Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam dan Feminisme Berjumpa, Mungkinkah Berjodoh?

17 April 2020   18:35 Diperbarui: 17 April 2020   18:42 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi dari edtimes.in

Masih di bulan April dalam suasana pandemi Covid-19 yang ditunggu-tunggu dan diupayakan berkesudahannya. Perjuangan stay at home dan work from home banyak terisi oleh diskusi dan bincangan. Salah satu perbincangan yang muncul adalah soal feminisme, emansipasi, dan kesetaraan gender. Ya mungkin lagi momentumnya mengingat 21 April nanti ada Hari Kartini, peringatan atas jasa dan perjuangan R.A Kartini sebagai ibu emansipasi perempuan di Indonesia. Bahkan ada pula yang mengklaim R.A Kartini sebagai teladan feminisnya putri Indonesia.

Feminisme dengan segala turunannya menjadi berbincangan lama, namun hingga saat ini tetap menjadi bahasan terus yang dimunculkan. Apa lagi kalau feminisme itu dipersinggungkan dengan Islam, tentu akan melahirkan diskursus-diskursus baru. Ada yang lantang mempertentangkannya dengan bermacam argumentasi dalil.

Lalu ada pula yang mencoba mempertemukannya, mencari titik temunya dan berusaha mendamaikannya. Sebagaimana diungkapkan Anani Nahari Hayunah dalam tulisannya di www.kalimahsawa.id yang berjudul "Titik Temu Islam dengan Feminisme" menyatakan bahwa Islam dan feminisme itu harmonis. Feminisme sama sekali tidak bertentangan dengan Islam.

Semangat kesetaraan dan keadilan dalam Islam sama dengan nilai yang dibawa feminisme. Keduanya sama-sama mempromosikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, sekalipun dalam praktiknya prinsip ajaran Islam masih banyak tidak dipahami dan sering kali justru memposisikan perempuan sebagai sub-ordinat. Kemudian, munculah term "Feminisme Islam", "Mendamaikan Islam dengan Feminisme", dan lain sebagainya. Lantas dengan segala interaksi yang ada mungkinkah Islam dan feminisme berjodoh?

Femenisme-Emansipasi, Ngoprek sejarahnya dulu!

Seperti yang telah diungkapkan di awal bahwa isu feminisme bukan barang baru dan akan terus diperbincangkan. Sehingga dalam konteks tersebut sejujurnya perlu ada koridor feminisme yang perlu disepakati. Feminisme dengan emansipasi adalah dua entintas pemahaman yang berbeda. Feminisme tidak sama dengan emansipasi, kita harus bisa memahami hal tersebut. Jika emansipasi diterjemahkan sebagai pandangan yang mengusung peran serta wanita di ruang publik.

Maka sesungguhnya feminisme lebih dari itu (baca: radikal). Hal tersebut berdasarkan pada apa yang diperkenalkan oleh Charles Fourier; aktivis sosialis utopis pada tahun 1837 mengenai feminisme adalah bentuk emansipasi secara lebih radikal. Dengan latar belakang kejenuhan akan nasib kaum wanita yang terjadi di barat, feminisme lahir dan mendukung persamaan mutlak hak serta kewajiban antara laki-laki dan perempuan di belbagai bidang. Mulai dari sosial, politik, hingga ekonomi.

Sebenarnya  dari catatan sejarah sudah jelas bahwa awal mula manifestasi ide feminisme berkembangnya pada abad pertengahan Eropa (16–18 M). Selain masalah perspektif pada wanita, periode awal ini muncul karena konflik dogma gereja saat itu.  Suara gereja adalah kebijakan tinggi dengan segala wewenangnya. 

Ada doktrin dasar gereja yang membuat kedudukan perempuan pada abad pertengahan selayaknya binatang.  Gereja menganggap wanita sebagai ibu dari dosa yang berakar dari setan. Wanitalah yang menjerumuskan lelaki ke dalam dosa dan kejahatan, dan menuntunya ke neraka. Tertullian (150M) adalah Bapak Gereja pertama menyatakan doktrin kristen tentang wanita sebagai berikut :

Wanita yang membukakan pintu bagi masuknya godaan setan dan membimbing kaum pria ke pohon terlarang untuk melanggar hukum Tuhan, dan mebuat laki-laki menjadi jahat serta menjadi bayangan Tuhan.

Pertengahan abad ke-19 ada sebuah konvensi perempuan di Amerika Serikat. Konvensi yang diselenggarakan oleh Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton pada 19–20 Juli 1848 menuntut seputar emansipasi persamaan hak serta penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Tuntutan inilah yang kemudian menjadi dasar dari gerakan perempuan yang saat ini dikenal dengan feminisme. Konvensi beres, mereka lanjut membentuk National Women Suffrage Association (NWSA) yang mengajukan amandemen pada konstitusi untuk hak suara bagi kaum perempuan. Kemudian pada tahun 1894, berdiri sebuah kelompok, General Federation of Women’s (GFW) berdiri di Amerika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun