Mohon tunggu...
Muhammad Misbahul Huda
Muhammad Misbahul Huda Mohon Tunggu... Buruh - Santri Majelis Mujahadah Tap-Tip Purwokerto

Santrinya Masayikh Ajoenk Alfasiry

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ir. Soekarno: Perspektif Negatif Ibarat Mewarnai Hitam

4 Desember 2020   15:31 Diperbarui: 4 Desember 2020   16:08 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
commons.wikimedia.com

Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka. 

Kemerdekaan barulah kemerdekaan sejati jikalau menemukan kepribadian kita sendiri.

Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad 'Merdeka, merdeka atau mati'!

Di seberang jembatan, jembatan emas inilah, baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi. 

Kutipan di atas menandakan bahwa Soekarno adalah sosok negarawan sejati. Anggapan tersebut bukan tanpa alasan, sepak terjang beliau menjadi bukti sejarah bagi Bangsa Indonesia bisa merdeka sejak tahun 1945 sampai sekarang.

Sejarah membuktikan bahwasanya Soekarno adalah pemimpin pergerakan kebangsaan yang paling berpengaruh. Kerasnya hidup beliau dan pembuangannya menjadi keabsahan fakta sejarah ini. Ketika Bung Karno (bersama Bung Hatta) memproklamasikan kemerdekaan, sebuah "batas sejarah" yang tegas antara "sebelum" dan "sesudah" dalam kesadaran sejarah bangsa telah ditegakkan.

Seperti halnya tuturan Prabowo Subianto, beliau mengatakan bahwa Soekarno dalam hal kinerja sebagai pemimpin bangsa banyak menorehkan capaian-capaian positif, diantaranya adalah:

  • Mampu mengobarkan semangat revolusi;
  • Menggalang negara-negara Asia dan Afrika;
  • Menggalang gerakan nonblok saat Perang Dingin; dan
  • Mengguncang dunia lewat pidato-pidatonya terutama di sidang umum PBB (Persatuan Bangsa Bangsa).

Akan tetapi semua capaian tersebut bukan berarti tidak ada kekurangannya, seperti halnya kata pepatah yaitu "tiada gading yang tak retak". Salah satu stigma yang jelas tergores dalam Tap MPRS No. 33/MPR/1967 yang dikeluarkan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu yakni Soeharto. Stigma pada Tap MPRS No.33/MPR/1967 menyatakan Soekarno seolah-olah terlibat dan sebagai orang yang bertanggungjawab atas pemberontakan G30S/PKI. Stigma ini tentu sangat berdampak bagi keluarga maupun orang-orang yang mengagumi sosok Soekarno.

Hingga dalam acara penganugerahan Pahlawan Nasional di tahun 2012 saat Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden, beliau mengatakan sebuah kalimat penting untuk mengajak rakyat Indonesia agar tetap beranggapan positif kepada Soekarno dan meninggalkan stigma negatif kepada beliau. "Saya mengajak seluruh rakyat Indonesia, sebagai bentuk kecintaan, penghormatan dan penghargaan kepada kedua Bapak dan Guru Bangsa ini, kita tinggalkan segala stigma dan pandangan yang tidak positif, yang tidak perlu dan tidak semestinya".

Dapat disimpulkan bahwa, sudah seharusnya ditanamkan dalam diri kita untuk memandang atau menilai seseorang dari sudut pandang positif, hal itu akan berakibat pada terhindarnya dari gagalnya komunikasi (stereotip). Jika di dalam diri terus menerus memandang atau menilai seseorang dari sudut pandang negatif secara masif, maka hal tersebut dapat diibaratkan mewarnai hitam (seribu kebaikan tertutup oleh satu keburukan dengan kata lain yaitu sia-sia).

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun