Mohon tunggu...
Hsna
Hsna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya Hasna, minat saya dalam pendidikan, karir, teknologi serta agama. saya hobi mencari pengetahuan yang belum saya ketahui. dan saat ini saya sedang menempuh pendidikin di salah satu universitas jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

penentuan hilal

8 Juli 2023   23:18 Diperbarui: 8 Juli 2023   23:27 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tanggapan mengenai mengapa 1 Syawwal berbeda

 

Perbedaan mengenai penetapan tanggal 1 Syawwal sering terjadi, mengapa?

Permasalahan ini kerap kali terjadi sejak lama dan kemyngkinan akan terjadi di setiap tahunnya.

Untuk meneteapkan 1 syawwal beberapa ormas menggunakan pendekatan wujudul hilal, yang artinya tidak hanya menggunakan dengan mata kepala sendiri, yakni denganmenggunakan ilmu pengetahuan yg disebut dengan ilmu hisab.

Pemyebab terjadinya perbedaan dan penetapan karna adanya dalil yg ditafsirkan secara berbeda, sehingga menjadikan umat muslim di Indonesia mengenal dengan dua sistem, yakni hisab dan hilal rukyat.

Hisab tersendiri  ialah sebuah dasar terminology dalam kajian ilmu falak, sebab hampir di seluruh sub bab kajiannya mengenai ilmu falak yang akan menggunakan hisab didalamnya. Ilmu hisab ini dapat diartikan sebagai “ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk sebuah perhitungan”. Jadi singkatnya ilmu hisab dapat dikatakan sebagai perhitungan. Ilmu hisab/perhitungan dalam ilmu falak mencakup beberapa kajian, yakni:[1]

 

  • Arah kiblat
  •  
  • Waktu sholat
  •  
  • Awal bulan Qamariyyah
  •  
  • Kalender Hijriyyah
  •  
  • Gerhana bulan dan matahari
  •  
  •  
  • Sedangkan rukyat ialah kajian  ilmu falak yang merupakan sebuah gandengan dari kata hisab. Kata rukyat sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu (رأية – يرى – راى ) yang tashrifnya  memiliki banyak arti, seperti melihat, mengetahui, memperhatikan, berpendapat, menduga, yakin  dan  bermimpi. Yang dapat lebih difahami dengan dalam yaitu melihat dengan mata kepala.
  •  
  • Rukyar juga dikatakan sebagai observasi atau pengamatan terhadap benda-benda yang ada di langit.
  •  
  • Dapat disimpulkan bahwasanya rukyat secara istilah adalah kegiatan mengamati hilal dilangit ufuk sebelah barat saat matahari terbenam menjelang awal bulan hijriyyah yang khususnya (menjelang bulan Ramadhan, Syawal, dan menjelang bulan Dzulhijjah) untuk menentukan kapan bulan baru dimulai nya., baik itu berupa dengan menggunakan mata telanjang atau menggunakan alat teleskop.
  •  
  • Rukyat sendiri agaksedikit berbeda dengan hisab, hisab hampir masuk kedalam kajian ilmu falak, namun jika rukyat lebih identik dengan pembahasan awal bulan qomariyyah saja. Sebagaimanadari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu  ia berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbuka (tidak berpuasa) karena melihatnya pula. Dan jika awan (mendung) menutupi kalian, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”. (HR. Bukhari no 17/6 CD dan Muslim). [2]Akan tetapi adanya perbedaan menfasirkan hadits tersebut, sehingga terjadinya perbedaan. 
  •  
  • Landasan hukum syariat hisab rukyat
  •  
  • Al-qur’an
  •  
  • Hadits
  •  
  • Ijtihad
  •  
  • Imam madzhab
  •  

  •  
  • Kriteria rukyatul hilal
  •  
  • Sebelum ilmu astronomi berkembang maju, kenampakan (visibility) hilal menjadi sangat
  •  
  • penting dalam keberhasilan penentuan awal Bulan Qamariah. Teknik melihat hilal ini merupakan bentuk penginterpretasian hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernyataan bahwa melihat itu harus secara nyata. Padahal banyak sekali problem yang menghambat penglihatan  
  •  
  • hilal, seperti; ketinggian hilal dan Matahari, jarak antara Bulan dan Matahari, kondisi cuaca (mendung, tertutup awan, dsb), kondisi atmosfer Bumi (asap akibat polusi, kabut, dan
  •  

  • sebagainya.), kualitas mata pengamat, kualitas alat (optic) untuk pengamatan. (Saksono, 2007, hlm. 88-89).
  •  
  • Para astronom telah membangun suatu teori, yaitu teori visabilitas untuk proyek pengamatan hilal global yang lebih dikenal dengan Islamic Crescent Observation Project (ICOP) yang berpusat di wilayah Yordania berdasar pada sekitar 700lebih data observasi hilal ang dianggap valid. Teori tersebut mengatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa di rukyat jika jarak sudut bulan dan matahari berada di minimal 6,4°. Kurva visibilitas hilal sebagai hasil  perhitungan menyatakan bahwa mengindikasikan untuk wilayah sekitar khatulistiwa (Indonesia) akan dapat di rukyat menggunakan mata telanjang minimal pada ketinggian di atas 6°. Jika dibawah itu seperti 4° maka diperlukan alat bantu penglihatan seperti teleskop dan sejenisnya.
  •  

  •  
  • Criteria hisab wujudul hilal
  •  
  • Criteria wujudul hisab hilal ini menyatakan bahwa awal bulan hijriyyah dimulai jika telah terpenuhi 3 kriteria, yakni:
  •  
  • Terjadinya ijtimak
  •  
  • Ijtima terjadi sebelum matahari terbenam
  •  
  • Lalu, pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan beada di atas ufuk (bulan balu tlah terwjud)
  •  
  • Jika 3 kriteria ini tidak terpenuhi maka buan baru belum bisa dimulai.[3]
  •  
  •  
  • Dengan adanya hisab wujudul hilal atau hisab hakiki wujudul hilal maka pengamatan diatas telah memasuki tanggal baru pada saat matahari tenggelam dan bulan sudah berada di ufuk. Dengan adanya 2 metode ini maka lahirlah perbedaan hasil yang berbedadalam penetapan
  •  
  •  
  • tanggal. Kisah orang-orang lebaran berbeda beda tanggalnya memang umunya hanya ada di masyarakat Indonesia saja. Entah sebab rakyatnya yang terlalu banyak atau ormas ormas nya yg terlalu banyak. Yang pasti disetiap ormas memiliki hak otoritas untuk menetapkan kapan 1  Ramadhan terjadi, kapan 1 Syawwal terjadi, atau kapan terjadinya 1 Dzulhijjah.
  •  

  • Bahkan ada ormas yang megikuti 1 syawwal ditetapkan sesuai Saudi Arabia, hingga puasa pun mengikuti penetapan Saudi Arabia.
  •  
  • Lalu apapun keputusan darri berbagai ormas, seperti Nadhatul Ulama, Muhammadiyyah, Persis, Al-Irsyad dan lainnya pasti tidak lepas dari Ijtiha. Dan kita sebagai warga muslim masyarakat Indonesia wajib mengormati keputusan Ijtihad yang telah dilakukan oleh para ahlinya.
  •  
  • Akan tetapi ada yang mengatakan bahwa yang rajih (kuat) dalam menentukan hilal bulan Syawwal harus didasarkan pada kesaksian 2 orang. Untuk menerima kesaksian rukyatul hilal ini disyaratkan agar orang yang memberikan kesaksian tersebut orang yang harus sudah dalam keadaan baligh, berakal, muslim dan beritanya dapat dipercaya atas amanat dan penglihatannya.
  •  
  • Sedangkan kesaksian anak kecil tidak dapat dijadikan dasar penetapan masuk dan keluarnya bulan Ramadhan, karena ia tidak dapat dipercaya. Demikian juga halnya dengan seorang yang tidak waras (gila).
  •  
  • Kesaksian orang kafir juga tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada orang Badui:
  •  
  • “أَتَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ؟”
  •  
  • “Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwasanya aku adalah Rasulullah.”
  •  
  •  Lalu orang yang tidak dapat dapat beritanya dipercaya karna suka berbohong atau suka bertindak dengan terrgesa-gesa atau memiliki pandangan yang lemah yang menjadikaannya tidak memungkinkan untuk melihat hilal, maka kesaksiannya tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkan bulan-bulan terkhusus.
  •  
  • An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “…Yang dimaksud adalah penglihatan sebagian kaum muslimin. Dan tidak disyaratkan ru’-yah itu dilakukan oleh setiap orang, tetapi cukup dilakukan oleh dua orang yang adil. Demikian menurut pendapat yang paling shahih, dan itulah yang berlaku pada bulan puasa. Sedangkan pada bulan Syawwal, maka kesaksian satu orang saja untuk ru’-yatul hilal Syawwal tidak dibolehkan menurut Jumhur Ulama, kecuali Abu Tsaur, dimana dia membolehkannya dengan seorang yang adil…[4]
  •  
  • Masuknya bulan Ramadhan dapat pula ditetapkan melalui penyempurnaan bulan Sya’ban menjadi 30 hari, sebagaimana keluarnya bisa juga ditetapkan dengan menyempurnakan bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Hal itu dilakukan pada saat tidak bisa dilakukan ru’-yatul hilal, baik saat masuk maupun keluarnya bulan Ramadhan. Hal tersebut telah ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah Radhiyalalhu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
  •  
  • “صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ.”
  •  
  • ‘Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal bulan Ramadhan) dan berbukalah karena melihatnya pula. Dan jika awan menaungi kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari…”[5]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun