Mohon tunggu...
Sotardugur Parreva
Sotardugur Parreva Mohon Tunggu... -

Leluhurku dari pesisir Danau Toba, Sumatera Utara. Istriku seorang perempuan. Aku ayah seorang putera dan seorang puteri. Kami bermukim di Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Allah Menghargai Kebhinnekaan Budaya Manusia

5 Juni 2017   08:06 Diperbarui: 5 Juni 2017   08:50 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin (4 Juni) merupakan hari minggu peringatan turunnya Roh Kudus atas para rasul Yesus Kristus.  Pengikut Kristus zaman ini mengenang kembali peristiwa yang digambarkan di catatan Kisah Para Rasul 2:1-13 sebagai berikut:

Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di suatu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk;  dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.  Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.

Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di kolong langit.  Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak.  Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri.  Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: “Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?  Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita; kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam Bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.”  Mereka semuanya tercengang-cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: “Apakah artinya ini?” Tetapi orang lain menyindir, “Mereka sedang mabuk oleh anggur manis.”

Menarik untuk direnungkan.

Pentakosta jatuh pada hari kelima puluh setelah kebangkitan Yesus Kristus dari alam maut.  Hari Pentakosta adalah hari peringatan pemberian janji Allah kepada Abraham, dan kepada orang Israel.   Pentakosta disebut juga sebagai Hari Pencurahan Roh Kudus.  Selama empat puluh hari setelah Yesus Kristus bangkit dari alam maut, Dia berulang kali menampakkan diri kepada para rasul, dan senantiasa menampakkan diri ketika para rasul berkumpul.  Yesus Kristus tidak menampakkan diri kepada seseorang saja.  Senantiasa ada pihak yang menjadi saksi penampakan Yesus Kristus.  Pada hari keempat puluh setelah kebangkitan-Nya, Dia naik ke sorga disaksikan oleh orang banyak.  Sebelum naik ke sorga, Dia berjanji akan segera membaptis pengikut-Nya dengan Roh Kudus.  Kemudian, sepuluh hari dari kenaikan, itulah Hari Pentakosta yang dicatat dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 tersebut.

Ada beberapa poin yang kurenungkan dari kisah itu.

  • Pada hari itu, orang-orang saleh dari penjuru dunia berhimpun di Yerusalem untuk merayakan Hari Pentakosta;
  • Roh Kudus turun dengan cara yang tidak biasa, pada peristiwa itu digambarkan seperti bunyi angin keras yang memenuhi rumah dan rupa lidah-lidah seperti nyala api.  Dalam rumah tertutup, tidak biasa terdengar suara angin keras, tanpa sebab.  Tetapi, patut diyakini bahwa Roh Kudus tidak akan turun hanya dengan cara seperti itu saja.  Roh Kudus tidak terikat, turun hanya dengan suara angin keras dalam rupa lidah api.  Roh Kudus merdeka memilih cara turun, dan merdeka untuk turun kepada kelompok mana saja. Yang pasti, setiap orang yang dibaptis dengan format seperti diajarkan Yesus Kristus yang tidak pernah berbohong itu, akan disertai Roh Kudus;
  • Roh Kudus memberikan kemampuan kepada orang percaya untuk melakukan hal yang luar biasa.  Pada kisah itu, diceritakan bahwa para rasul berbicara dan pendengar mendengar pembicaraan tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah, disampaikan dalam bahasa yang digunakan sehari-hari oleh pendengar;
  • Sebagian besar dari pendengar heran, temangu, tecengang, tidak memahami bagaimana para rasul mampu berbicara menggunakan bahasa berbagai bangsa.  Yang diketahui, para rasul itu adalah orang-orang Galilea, yang berprofesi sebagai nelayan, pemungut cukai, tukang kayu, pembuat jaring ikan, dan tidak pernah bepergian antar negara.  Maka adalah hal yang mencengangkan bila para rasul menggunakan Bahasa Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, Libia, Kirene, Roma, Kreta dan Arab;
  • Namun, tetap saja ada orang yang dengan mantap memilih tidak percaya, malah menuding bahwa para rasul sedang mabuk anggur manis.  Seakan-akan, mereka menuding para rasul Yesus menggunakan tipuan, atau kebohongan, atau hal-hal yang tidak lazim lainnya untuk berbicara secara runtun.  Justru mengherankan, ada saja orang yang tidak percaya walaupun sudah mengindrai suatu peristiwa yang disaksikan banyak orang, namun mengeraskan hati untuk tidak percaya sambil menudingkan sesuatu yang tidak logis;

Poin utama yang ingin kukemukakan, terkait dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia belakangan ini, yang terbaca melalui berbagai media, ialah kebhinnekaan.  Peristiwa Hari Pentakosta pada Kisah Para Rasul 2:1-13 itu menunjukkan bahwa Roh Kudus menghargai kebhinnekaan orang-orang saleh yang berkumpul di Yerusalem ketika itu.  Terbukti dari: Roh Kudus menginspirasi dan memampukan para rasul berbicara dengan berbagai bahasa, bukan dengan bahasa tunggal.  Roh Kudus tidak turun dengan hanya menggunakan Bahasa Roh Kudus.

Roh Kudus memudahkan orang-orang saleh untuk mengerti, yaitu, orang-orang saleh dari berbagai penjuru dunia menerima kabar suka cita, kabar kebenaran, kabar keselamatan dalam bahasa yang mereka gunakan sehari-hari.  Orang saleh dari penjuru dunia tidak dipaksa untuk mengerti atas Bahasa Roh Kudus.  Roh Kudus sendiri membimbing para rasul untuk menyampaikan kabar kepada orang saleh dalam bahasa yang digunakan sehari-hari.  Dengan demikian, patut disimpulkan bahwa Roh Kudus tidak menginginkan orang mengalami kesulitan untuk mengerti.  Roh Kudus menghargai kebhinnekaan budaya manusia.  Allah menghargai kebhinnekaan budaya manusia.  Maka, kepada orang Jawa, Roh Kudus berbicara dengan Bahasa Jawa.  Kepada orang Padang, Roh Kudus berbicara dengan Bahasa Minang.  Kepada orang Batak, Roh Kudus berbicara dengan Bahasa Batak.  Kepada orang Papua, Roh Kudus berbicara dengan Bahasa Papua. Dan lain sebagainya.

Salam bhinneka tunggal ika.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun