Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Dimaksud dengan Menjadi Diri Sendiri Seperti yang Dikatakan Mereka?

6 Januari 2019   22:54 Diperbarui: 6 Januari 2019   23:09 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu hari, seseorang mengatakan padaku untuk menjadi diriku saja. Saat itu, aku hanya ingin bertanya kepada dirinya, apakah ia tahu diriku yang mana yang sedang ia maksud? Sebab aku sedang tidak punya gagasan apa-apa tentang itu.

Jika memikirkannya dengan lebih dalam, aku malah menemukan kenyataan bahwa aku adalah sekumpulan aku-aku yang berbeda. Aku adalah beberapa orang yang salah satunya muncul ke permukaan tergantung dengan siapa yang dihadapi dan seberapa aman aku merasa berbagi pemikiran dan perasaan paling pribadi. Jadi, siapakah orang yang yakin bahwa dirinya hanya satu? Aku ingin belajar, sungguh.

Di televisi sering kita saksikan para motivator berceramah dengan gestur yang meyakinkan dan senyum yang kembang perihal bahwa kita haruslah menjadi diri kita sendiri. Ia mencoba meyakinkan kita bahwa merekalah orang-orang yang telah mengenal diri mereka dan karenanya mereka sukses dan bahagia.

Aku sungguh ingin tahu bagaimana mereka bisa tampak sebegitu yakinnya dengan diri mereka sendiri. Apakah itu benar-benar dirinya yang sejati ataukah hanya topeng belaka?

Di salah satu pidatonya Oprah bercerita bahwa hampir semua tamu dalam acara Talk Shownya berkata "was that okay?" tepat setelah kamera dimatikan. Adalah Beyonce dan bahkan Obama. Meski tampak meyakinkan di layar kaca, namun seusai itu mereka kembali ke ruang pribadinya sendiri, keragu-raguan dan bahkan (mungkin) menangis sejadi-jadinya karena kehilangan jati dirinya yang sesungguhnya atau sedang marah atau sedang merasa ingin bunuh diri misalnya--semua emosi yang tidak dapat (ingin) kita tunjukkan kepada semua orang. Yah, siapa yang tahu?

Kembali pada pertanyaan awal tentang siapa diri kita yang sebenarnya itu adalah memang pertanyaan yang rumit. Sebab pertanyaan tersebut tidaklah dapat dijawab dengan menggunakan nama atau pekerjaan saja.

Namun identitas diri itu barangkali bila diandaikan seperti halnya sekotak barang-barang tua dan pekerjaan kita adalah untuk mencoba mendeskripsikan mereka satu persatu seakurat mungkin dan sedetail-detailnya. Dan "menjadi diriku" berarti kemauanku sendiri untuk menceritakan kebenaran tentang apa yang ada di dalam kotak tersebut.

Pada pendekatan yang lain, aku bisa saja hanya melihat kotak itu dan seisinya dan aku tahu bahwa aku dapat dan punya hak untuk mendeskripsikannya tetapi juga merasa bahwa aku juga punya hak untuk memperindah deskripsinya dengan tidak mengurangi dan melebihkan apa yang ada di dalam kotak tersebut.

Jika menjadi seorang manusia adalah berarti membuatnya bermakna. Maka ketika aku mendeskripsikan sebuah kotak dan seisinya, aku memberi makna tetapi identitasku terbatas pada mencari tahu apa yang ada di sana dan sekedar memberitakannya. Diri yang sebenar-benarnya tidaklah berarti: ketika aku berbicara jujur tentang diriku, kotak tersebut lantas bertumbuh dan mendapatkan barang-barang baru.
Barangkali menjadi diriku adalah tentang memiliki kemauan untuk memiliki makna-makna baru yang aku buat dan tidak lari dari kenyataan  bahwa tidak ada batasan untuk ukuran kotak tersebut.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun