Mohon tunggu...
Tiga  Cahaya Center
Tiga Cahaya Center Mohon Tunggu... Seniman Wapres-Dosen Filsafat

Seniman Wapres, Dosen Filsafat UIN-SU

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

REVITALISASI RRI DALAM MENJAGA KEUTUHAN BANGSA: Refleksi Ulang Tahun ke-80

11 September 2025   18:02 Diperbarui: 12 September 2025   06:06 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Imaginasi bantuan AI 

RRI bukan sekadar stasiun radio. Ia adalah saksi sejarah, bahkan bagian dari sejarah itu sendiri. Lahir hanya sebulan setelah proklamasi---11 September 1945---RRI berdiri di tengah semangat revolusi yang membara.

Dari studio sederhana, suara RRI menggema ke seluruh negeri. Ia menyiarkan kabar proklamasi 17 Agustus 1945 berulang kali, menegaskan kepada dunia bahwa Hindia Belanda telah tumbang, berganti menjadi Republik Indonesia. Bayangkan betapa besarnya arti siaran itu: di saat komunikasi masih terbatas, radio menjadi satu-satunya "urat nadi" yang menghubungkan rakyat dari Sabang sampai Merauke.

Di tengah ancaman kembalinya Belanda dan Sekutu, RRI menjadi pemersatu semangat nasional. Dari radio, rakyat mendengar pidato pemimpin, kabar perlawanan, juga berita keberhasilan pasukan di medan perang. Bukan hanya informasi, tapi juga harapan.

Lebih dari itu, RRI berfungsi sebagai perisai kebenaran. Ia melawan propaganda Belanda yang ingin menanamkan keraguan. Suaranya menolak tunduk pada kolonialisme, justru meneguhkan kebanggaan atas bangsa yang baru lahir.

Hari ini, setelah 80 tahun, musuhnya berbeda. Bukan lagi tentara bersenjata, melainkan arus deras disinformasi. Hoaks yang mengalir deras bisa memecah belah persatuan dengan cara yang lebih halus, tapi sama berbahayanya.

Tragedi Agustus 2025 menjadi bukti nyata: masyarakat merindukan sosok yang bisa dipercaya. Di situlah RRI semestinya hadir, sebagai benteng terakhir informasi valid dan terpercaya. Ibarat  seorang yang telah berjalan dibawah terik berhari hari sedang kehausan  mendera bertemu mata air jernih dan indah dan dingin.

BELAJAR DARI NEGARA MAJU

RRI tidak berjalan sendirian di dunia ini. Negara-negara maju sudah lebih dulu membangun sistem penyiaran publik yang kuat.

Di Inggris, ada BBC---media yang lahir sejak 1922. Pembiayaannya berasal dari TV Licence Fee, iuran wajib yang dibayar setiap rumah tangga. Bagi warga Inggris, membayar iuran itu bukan beban, melainkan bentuk investasi untuk menjaga independensi informasi. BBC bukan hanya televisi dan radio, tapi aset nasional yang dipelihara bersama.

Di Amerika Serikat, ada NPR (National Public Radio). Meski hidup dalam sistem pasar bebas, NPR justru dipercaya publik sebagai sumber edukasi dan analisis yang mendalam. Mereka dibiayai lewat hibah CPB, donasi publik, serta sponsor non-komersial. Hebatnya, masyarakat sendiri rela berdonasi secara rutin karena merasa NPR adalah milik bersama.

Sementara di Jepang, ada NHK. Lembaga ini mendapat dana dari receiving fee---semacam iuran wajib bagi pemilik televisi atau radio. Masyarakat Jepang, yang terbiasa dengan kedisiplinan, menjadikan NHK sebagai rujukan utama, terutama saat bencana alam. Di tengah gempa atau tsunami, suara NHK adalah suara penyelamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun