Memang ketelitian Bang Edward itu jempolan. Sepakat kalau tata bahasa harus apik dan salah tik dapat menurunkan selera baca. Salam sukses buat Abang ya. Sehat selalu. Makasih.
Ada satu hal kecil menarik perhatian dari tanggapan itu. Saya bertanya soal kata "tik" dalam hati. Pada tulisan saya, saya menggunakan "ketik". Karena penasaran, saya buka kamus.
Di sana saya temukan saya salah. "Ketik" adalah kata tidak baku dari "tik". Terima kasih, Bu Patter, atas tanggapan. Saya jadi tahu dan sesaat kemudian membetulkannya. Saya senang.Â
Diskusi dari pertanyaan Mbak Nurul
Kalau begitu saya izin bertanya, Pak Horas. Bukankah memakai tanda koma sebelum kata penghubung seperti karena dan jika itu dilarang PUEBI? Sama halnya dengan segerombol kata penghubung lain seperti sehingga, supaya, bahwa, sekalipun, maka, dan lainnya? hehe :))
Dalam komentar, Mbak Nurul bertanya soal tulisan saya. Menurut Beliau, ada bagian yang tidak sesuai dengan aturan PUEBI. Saya jawab dan menyatakan bahwa bagian itu memang salah.Â
Saya sadar, terkadang berlebihan memakai tanda baca khususnya koma. Kebiasaan saya mengarang sastra (cerpen) terbawa-bawa. Sastra membebaskan itu. Gaya menulis saya seperti orang bicara terputus-putus memengaruhinya.
Apa yang ingin saya sampaikan di sini?
Kendati saya mengulas soal kaidah (KBBI, PUEBI, dan SIPEBI), bukan berarti paham sepenuhnya. Saya sedang, akan, dan selamanya berupaya belajar selama masih menulis.
Kesalahan meskipun kecil kemungkinan bisa terjadi. Barangkali memang saya lupa atas apa yang telah dipelajari. Bisa pula saya belum tahu bagian itu. Saya suka ketika diingatkan atau tidak sengaja jadi ingat lewat komentar Kompasianer.
Saya jadi tahu bagian yang salah. Saya jadi tahu mana yang benar. Saya belajar menulis dari komentar Kompasianer. Terima kasih banyak, Pak Sri, Mbak Nurul, dan Bu Patter.