"Kemarin, rekan kerja di kantor ada yang positif Covid-19, Ma. Kami semua dites dan sebagian besar diminta kerja dari rumah," ujar kakak kedua. Beliau tenaga laboratorium komputer di salah satu universitas di Semarang.
Beliau seorang penyintas Covid-19. Beliau sudah tahu bagaimana rasa menderita karena Covid-19. Beliau tidak ingin terulang kembali dan lebih intensif diam dalam rumah.
Yang terakhir, kakak ketiga bercerita. "Saya kerja dari rumah ini, Ma. Tadi sudah ke kantor, eh, di pagar kantor dapat tempelan seperti ini. Ya sudahlah, kami semua kerja dari rumah," katanya sambil menyodorkan sebuah foto.
Pada intinya, sektor pekerjaan non esensial diharuskan bekerja dari rumah 100%. Otomatislah, kakak saya beserta seluruh rekan kerjanya ikutan. Entah, saya tidak tahu nasib gajinya. Terserah pemilik perusahaan. Kebetulan swasta.
Percakapan-percakapan itu selalu berlangsung beberapa hari ini. Bila boleh dibilang, aura percakapannya kuning, abu-abu, atau hitam. Kalau tidak perkabungan, masalah pekerjaan dan penyakit Covid-19 yang memilukan. Suram dan kelam.
Apakah saya ikutan bercerita? Menambah derita anggota keluarga? Saya punya hak, bukan? Tetapi, sekarang kondisi saya lebih baik dari mereka.
Meskipun saya juga punya kecemasan tinggal di ibu kota yang zona merah. Meskipun terkadang bosan terus bekerja dari rumah. Meskipun sangat jarang bisa bertemu teman.
Saya tidak mau menambah persoalan mereka. Ini cara saya mengurangi dan berusaha mengatasi kecemasan keluarga. Dengan sekadar mendengar keluhan, saya pikir sekarang itulah yang terbaik.
Orang yang penuh tekanan sekali waktu hanya ingin didengarkan. Jika minta solusi, boleh kita memberi pandangan. Nasihat disebarkan pun seyogianya oleh orang yang lebih tua. Saya sebagai anak terakhir tahu memosisikan diri.
Setiap pagi, Mama selalu menulis kata-kata positif di grup keluarga. Mulai dari renungan firman Tuhan, ajakan untuk tetap semangat, menanyakan kabar, sampai terus memantau posisi kami, anak-anaknya, sedang di mana.
Apakah masih di kantor? Apakah sedang di luar? Sudah sampai rumahkah? Satu per satu menanggapi cepat. Dengan mama tahu kami sudah di rumah, beliau senang dan bersyukur.