Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Dasi, Aksesori Para Lelaki, Masih Kerenkah?

17 Mei 2021   15:02 Diperbarui: 17 Mei 2021   15:44 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dasi kupu-kupu, sumber: shutterstock

Seorang lelaki berdiri di depan cermin besar. Ia melihat dirinya dari atas sampai bawah. Rambut telah tersisir rapi. Kemeja putih berbalut jas hitam tampil megah. Celana kain hitam pula tampak mengilat, tersorot lampu kamar.

Lelaki itu merasa ada yang kurang. Ia membuka lemari pakaian. Tangannya mengambil sesuatu. Lalu, ia membuat sebuah simpul dan mengenakannya di leher. Ia tersenyum puas.

Wahai para lelaki, pernahkah Anda merasa kurang sempurna jika menghadiri sebuah acara tanpa berdasi? Adakalanya sebuah keharusan menghendakinya. Adakalanya pula memang kebiasaan sebagian kita yang suka mengenakan dasi.

Sejarah dasi

Berdasarkan wikipedia, saya kutip sebagian:

Dasi, menurut Asosiasi Aksesori Leher Amerika, punya sejarah panjang yang melilit perkembangannya. Sejak zaman batu pun aksesori di leher dan dada sudah ada, khususnya untuk memberi ciri pada kelompok pria dari strata tinggi.

Malah, pada masa Romawi Kuno sudah dipakai kain untuk melindungi leher dan tenggorokan, khususnya oleh para juru bicara. Pada perkembangannya prajurit militer Romawi pun memakainya. Bukti dipakainya aksesori kain leher tampak pada patung batu di makam kuno, Xian, Tiongkok.

Aksesori leher terkenal lainnya muncul pada masa Shakespeare (1564 - 1616), yakni "ruff". Kerah kaku dari kain putih itu bentuknya serupa piringan besar yang melingkari leher. Untuk mempertahankan bentuk, ruff sering dikanji. Lambat laun orang merasa ruff yang bertumpuk-tumpuk hingga mencapai ketebalan beberapa sentimeter mengakibatkan iritasi.

Lahirlah "cravat" pada masa pemerintahan Louis XIV tahun 1660-an. Namun, Kroasia lebih tepat disebut sebagai tanah asal dasi. Bahkan konon kata ini berasal dari nama negara Kroasia dalam bahasa setempat Hrvatska. 

Selengkapnya dapat dibaca di sini. Cravat inilah cikal bakal lahirnya aksesori leher modern, alias dasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun