Seusai penat bekerja, salah satu cara mengembalikan energi dan menghilangkan stres adalah dengan berselancar di media sosial. Saya lebih aktif di Instagram daripada Facebook. Untuk tontonan berdurasi panjang, memilih Youtube.
Tentu, agar tidak tambah jenuh, tontonan yang dipilih yang ringan-ringan saja. Mampu membuat tersenyum. Ada gelak tawa. Bisa dinikmati santai. Hati menjadi senang.
Apakah itu? Lelucon atau humor. Banyak akun Instagram yang khusus menyajikan ini. Sebagian punya pengikut banyak. Jumlah suka dan komentar atas sebuah konten sering kali berjibun. Saya yakin, satu dua Anda yang aktif bermedia sosial, mengikutinya. Saya tidak perlu sebut di sini, nanti dikira menganjurkan untuk ikuti lagi. Hehehe...
Secara pribadi, saya berterima kasih sekali dengan akun-akun itu. Konsisten melipur. Ajek membahas hal ringan. Memeriahkan dunia media sosial dengan hiburan.Â
Banyak objek humor berbentuk video atau gambar, mereka tampilkan. Salah satunya hantu. Hantu pun tidak lepas dijadikan bahan tertawaan. Dari kuntilanak, pocong, genderuwo, kuyang, dan lainnya, semua berperan sebagai materi candaan.
Awalnya saya kaget. Tetapi, kian ke sini, kian terbiasa. Bahkan saya menikmatinya. Dari perilaku penyebaran hantu sebagai sarana melucu dan menilik kegiatan balas membalas komentar seputar itu, saya pun dapat menyimpulkan kondisi terkini tentang sebagian warganet dan manfaat yang boleh dipetik.
Kehilangan rasa takut
Ada yang komentarnya sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Seperti biasa melihat hantu. Komentar itu malah mengindikasikan bahwa hantu yang sedang ditayangkan aneh, tidak terasa layaknya hantu yang dia ketahui dan pernah lihat.
Rasa takut sudah hilang. Mungkin karena faktor keseringan, sehingga bosan, dan akhirnya berpikir untuk apa takut terus melihat hantu. Maka, keberaniannyalah yang lebih mendominasi.
Kekurangan bahan tertawaan
Apakah tidak ada bahan lain yang bisa diolah menjadi lelucon? Memang, jika manusia, bagi sebagian warganet, ada yang terlalu serius dan bawa perasaan, sehingga merasa tidak pantas ditertawakan. Menjaga perasaan orang.
Kalau hewan, berkali-kali ada, seperti perilaku kucing dan anjing. Untuk menambah kreasi, maka hantu pun dijadikan bahan. Tidak ada gunanya pula menjaga perasaan hantu, bukan? Bisa dipandang sebagai unsur balas dendam karena mereka hadir sering menakuti.
Menguji daya kritis
Dalam satu dua komentar, ada yang tidak mudah percaya bahwa itu hantu. Mereka menganalisis dengan kritis, mulai dari awal munculnya, pergerakannya, sampai akhir tayangan.
Pendapatnya pun berbobot. Seperti ilmiah, diawali dengan kata "tidak mungkin", "mana ada", "kok bisa", dan sebagainya -- tentu dalam bahasa gaul. Mempertanyakan eksistensi hantu. Itulah, jika terlalu kritis pikiran.
Mengajak untuk bernyali
Yang ini sebetulnya agak menyebalkan bagi sebagian, tetapi bagi yang mengajak mungkin ada maksud untuk membangunkan nyali jika melihat hantu. Satu dua warganet akan menautkan nama orang lain -- seperti teman -- di kolom komentar.
Bisa jadi temannya sesama penyuka hantu. Boleh jadi sebagai sarana untuk mengerjain atau mengagetkan mereka. Mungkin pula mengajar agar tidak gampang takut hantu.Â
Apa pun maksudnya, saya lumayan terhibur oleh tingkah warganet. Saya percaya hantu. Selama tidak mengganggunya, ia tidak akan balas mengganggu. Takut? Iya, manusiawi.
Tetapi seusai melihat tayangan itu, ketakutan saya terkikis, ada rasa terhibur, bahkan daya kritis hampir terbangun sama dengan sebagian warganet. Saya menjadi terbiasa mempertanyakan tingkah lakunya dahulu, sebelum takut dengan penampakannya.
Fenomena kekinian yang cukup unik. Warganet memang luar biasa. Alam gaib pun disikatnya. Hahaha...
...
Jakarta
10 Mei 2021
Sang Babu Rakyat