Bila saya perhatikan, antara figur dengan pengikut, terjadi simbiosis mutualisme. Keduanya saling memberi dan mendapat keuntungan lewat interaksi antarmereka.
Figur menciptakan konten yang bermanfaat -- ukuran bermanfaat saya kembalikan ke tiap-tiap pengikut -- untuk para pengikut. Bila rajin, bisa sehari satu konten. Atau, berjarak hari tetapi masih dekat.
Konten terkadang tercipta sebagai bentuk pemenuhan atas permintaan beberapa pengikut. Di kolom komentar, bahkan figur bertanya langsung, apa konten yang sebaiknya mereka buat. Seketika usulan berjibun berdatangan. Figur tentu tidak ingin mengecewakan pengikutnya.
Sementara pengikut menekan tombol "suka" dan memberi pendapat apresiasi atau kritik pada kolom komentar akun figur. Semakin banyak "suka" dan komentar, tentu konten figur semakin viral.
Selanjutnya, figur akan mendapat penghasilan dari media sosialnya, sebab keterkenalan itu. Karena ini pula, banyak orang berlomba-lomba bahkan anak kecil bercita-cita menjadi figur di media sosial. Selain punya banyak pengikut, dapat pula penghasilan lumayan. Jika kelewat tenar, bisa jadi "sultan".
Saya sebagai figur
Saya dan Anda yang adalah penulis, juga seorang figur. Bisa dilihat di data statistik Kompasiana kita, berapa jumlah pengikut (pembaca) dan mengikuti berapa orang. Sampai detik ini, pengikut saya 222 orang dan mengikuti 207 orang.
Atas 222 orang tersebut, saya menanamkan tanggung jawab dalam-dalam. Mereka mengikuti saya pasti ada sebab. Salah satunya mungkin karena tulisan saya berkualitas. Karena itu, saya terus menjaganya, bahkan sebisa mungkin meningkatkannya, sebagai bentuk dan cara:
Menghormati waktu pengikut
Para pembaca telah memberikan waktunya untuk membaca tulisan saya. Barang tiga sampai empat menit, saya begitu menghargai itu. Betapa sedih saya, jika mereka merasa sia-sia seusai membaca.
Menghargai pengorbanan yang hilang