Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Empati Lebih Penting daripada Sekadar Simpati?

27 April 2021   21:02 Diperbarui: 2 Mei 2021   09:09 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
   Sumber: Antara Foto/Syaiful Arif/rwa

Status sebagai janda

Sebagian wanita tidak suka menyandang status janda. Kesendirian dan kehilangan sebuah cinta adalah penderitaan yang luar biasa, apalagi seorang wanita yang lebih dominan perasaannya.

Cibiran dari orang sekitar dan sedikit status miring yang melekat pada janda, juga tidak mau mereka alami. Coba rasakan, bagaimana pedihnya para istri korban?

Bagaimana mencukupi kebutuhan hidup

Para korban sebagai kepala keluarga sudah tentu bekerja mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Memang, pemerintah telah menjamin akan sekolah anak-anaknya hingga strata satu.

Tetapi, tidak hanya itu kebutuhan keluarga. Ada hal-hal lain yang perlu dipenuhi, seperti makan minum, listrik dan air, sewa bangunan bila mengontrak, dan lainnya, yang tentu begitu banyak sepanjang hayat.

Apalagi jika istri korban tidak bekerja, hanya seorang ibu rumah tangga. Bila kita tidak bisa membantu meringankan, tidaklah usah membercandakan mereka.

Memulihkan jiwa

Kondisi jiwa para anak dan istri juga patut diperhatikan. Kesedihan dan kepedihan akan kepergian orang tersayang, tidak mudah terobati begitu saja. Butuh berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, tergantung kekuatan tiap-tiap pribadi.

Sudah tentu, kita seyogianya tidak menambah kepiluan mereka, tekanan jiwa mereka, dengan kelakar-kelakar yang sama sekali tidak manusiawi ketika kedukaan.

Jadi, bagi para subjek negatif cerita yang saya urai di awal tulisan, apakah Anda sudah tidak punya empati di hati? Atau, setidaknya, adakah simpati masih tersimpan barang sedikit? Atau, bahkan Anda tidak memahami simpati dan empati itu apa? Biarlah artikel ini menerangkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun