Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Orang Paling Cantik Sedunia

6 April 2021   17:32 Diperbarui: 6 April 2021   18:14 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ada apa ya, Kak?" tanya saya sedikit terbata-bata.

"Saya hanya mau bilang terima kasih."

Tangan kanannya menarik tangan saya. Tangan kirinya masih memegang piagam penghargaan lomba kegantengan itu. Dia mengajak saya menepi. Ke kantin belakang sekolah.

Siang itu langit begitu teduh. Mega-mega berkumpul membentuk gumpalan kapas yang begitu padat dan tebal, menghalangi cahaya mentari jatuh ke bumi. Angin bertiup perlahan. Begitu sejuk, menenangkan hati.

Anak-anak saling bersalaman. Para orangtua sedang berbincang. Para guru berfoto bersama. Alunan musik jazz dari musisi lokal yang telah dibayar untuk mengisi hiburan di pesta perpisahan sekolah kami, mengalun begitu santai. Tidak ada keributan berarti siang itu. Entah, mengapa hati saya bisa ribut sendiri?

Untuk apa dia mengajak saya ke kantin? Bukankah kantin tutup? Tangannya terus memegang erat tangan saya. Seperti saya seorang yang berarti baginya. Atau, mungkin penting? Ah, saya tidak mau besar kepala.

Kami duduk di bawah pohon di depan kantin. Angin terus bertiup, sepoi-sepoi, menyentuh kulit saya dan terasa begitu dingin. Saya mengembuskan napas. Tidak beraturan.

"Terima kasih ya," kembali dia ulangi ucapan itu.

"Terima kasih untuk apa, Kak?"

"Untuk ini," dia menunjukkan piagamnya. Tertulis di sana namanya. Anggara. Anggara Prabudimeja.

Saya mengedipkan mata berkali-kali, seakan tidak percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun