Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Perjalanan-perjalanan dalam Sepasang Mata

27 Maret 2021   21:29 Diperbarui: 27 Maret 2021   22:47 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila ada orang yang berkata bahwa ia sudah berkelana ke hampir seluruh penjuru bumi, berburu keindahan-keindahan dari pemandangan alam yang tanpa dibuat manusia ada begitu saja, begitu eksotis bak negeri dongeng, sehingga sanggup memuaskan nafsu mata akan kecantikan dunia, tidak lain dan tidak bukan itu adalah saya.

Saya sudah pergi ke mana-mana, bahkan ke negeri yang kamu belum pernah injak mungkin sampai seumur hidupmu. Keindahan bunga Sakura yang mekar pada musim semi di Jepang, dengan beberapa warga duduk di bawahnya sambil menikmati beberapa potong kue dan bercengkerama dengan keluarga saat sore hari, saya tahu rasanya.

Memandang air terjun Niagara di Amerika yang jatuh mengalir begitu deras, memercik membasahi tubuh dalam udara yang begitu menyegarkan dan tanpa polusi, saya paham sejuknya. 

Belum lagi bercanda dengan para pengembara di negeri padang pasir Arab sana, di bawah terik matahari yang begitu menyengat, sehingga pandangan terkadang berair dan kerap salah menebak ada oase di dekat, masih terasa panasnya sampai sekarang.

Semua itu terekam dalam mata saya, baik kiri maupun kanan. Apa yang telah saya lihat betul, tersalur lewat saraf dan mengendap di otak sebagai kumpulan memori yang terkadang bila diulang bisa membuat saya senyum-senyum sendiri, perlahan menghapus derita kelam yang pernah saya alami. 

Saya memang bersyukur memiliki mata yang masih sangat baik dalam melihat. Tanpa kacamata dan tanpa softlens. Adakah lensa kamera yang lebih bagus daripada sepasang mata? Keindahan-keindahan dunia yang begitu cantik serasa tidak berguna bila mata tidak bisa melihat.

Namun, ada satu daerah yang ingin sekali saya kunjungi, tetapi belum kesampaian. Saya hanya melihatnya dari televisi di kamar saya yang begitu sempit ini.

Berukuran tiga kali empat meter persegi, di antara begitu banyak mata yang saya simpan begitu baik, terpajang pada rak-rak yang tersusun bertingkat dan rapi di setiap dinding hitam, yang sebagian menjadi kemerahan karena ada darah yang menetes dan mengalir dari mata yang baru saja saya ambil dan belum begitu kering itu.

Namanya Swiss. Entah kenapa, kesejukan yang saya lihat bisa terasa benar, seperti keluar dari televisi dan saya hirup dalam-dalam begitu segar udara di sana. 

Hamparan pegunungan Alpen yang berderet begitu indah, naik turun, sebagian terselimuti salju yang begitu dingin, sebagian lagi ditumbuhi pohon-pohon di sana sini, begitu lebat dan membuat tubuh gunung-gunung berwarna hijau sungguh menyegarkan.

Belum lagi danau di sekitarnya dengan air yang begitu jernih dan tenang, dengan beberapa warga mengayuh perahu, bercinta di atasnya, beberapa ada yang bercumbu dan memadu kasih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun