Seorang warga dipanggil namanya. Penghitung suara itu memberikan secarik kertas, berisi nama Surimin dan Sulepret. Warga itu memasuki bilik suara. Di dalamnya, ada sebuah paku menggantung pada seutas tali, untuk mencoblos. Setelah dicoblos, kertas itu dikumpulkan dalam kotak suara.
Di belakang balai, dua orang berbisik.
"Kamu sudah dapat?"
"Sudah. Berapa?"
"Lima puluh ribu."
"Hanya itu?"
"Sama telur selusin."
"Yang lain sudah kamu bagikan?"
"Sudah. Aman itu."
"Sulepret...Sulepret... Sulepret!!!" terdengar sorak sorai sebagian warga. Udara di sekitar balai sedikit memanas. Beberapa orang mengipas-ngipas wajah dengan kotak pembungkus kudapan.
"Surimin...Surimin...Surimin!!!" sebagian lagi ikut berteriak. Mereka memandang warga pendukung Sulepret dengan tatapan tajam. Kedua orang yang namanya disebut-sebutkan itu duduk bersebelahan tidak jauh dari bilik suara. Surimin berusaha tersenyum mencairkan suasana. Sulepret memalingkan muka.