Meskipun lebih dari dua puluh tahun berlalu, rasanya ayah masih ingat sebuah pesan yang ibuku, uti kamu sampaikan. Sebagai manusia kita boleh saja kurang dalam banyak hal, tapi tidak boleh fakir akan nilai kejujuran.
Seperti umumnya para orangtua di desa ayah, mungkin tak banyak kompetensi yang uti miliki sebagai bekal pengetahuan untuk mendidik anak-anaknya. Tetapi, dalam hal perilaku berbuat jujur, dia lebih dari kompeten untuk menasehati ayahmu ini. Dan ayah selalu mengingat petuahnya sampai hari ini. Seumur hidupnya sampai kini kami melihat dia sebagai sosok yang hidup dengan memegang teguh nilai kejujuran. Dengan perilaku itu, dia termasuk orang yang layak mendapat rasa hormat dan kepercayaan dari orang lain.
Ajaran yang ayah terima dari lingkup pendidikan di keluarga sederhana itu, ingin- dan memang seharusnya- ayah turunkan kepadamu, sedari sekarang atau nanti. Sampai hari ini kening ayah masih berkerut mencari cara, bagaimana formulasi yang tepat untuk menanamkan value tersebut pada dirimu. Untuk menjadi orangtua yang baik, ayah memang masih harus banyak belajar. Begitupun dalam berperilaku jujur, ayah bukan pembelajar yang baik, berkali ayah pernah gagal.Â
***
Dalam sebuah bukunya yang berjudul Tarbiyatul Aulad fil Islam, Dr. Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa pengajaran terbaik adalah dengan mencontohkannya. Mendidik dengan keteladanan, istilah yang sering didengungkan. Seperti yang uti kamu lakukan, ayah pun harus lebih terdepan dalam berperilaku jujur sebelum mengajarimu tentang kejujuran. Jujur kepada siapa pun, terutama kepadamu.
Sebagai komitmen, sejauh ini ayah berusaha untuk tidak berbohong kepadamu. Sekecil apa pun itu. Termasuk kebohongan sepele yang biasa orangtua lakukan, semisal ketika anaknya merengek untuk ikut saat hendak berangkat kerja, orangtua kadang berbohong dengan mengatakan hanya akan pergi sebentar saja dan akan segera kembali. Meskipun kadang kita dibolehkan untuk tidak jujur, tetapi selama itu bukan demi menghindari keburukan yang lebih jauh lebih besar, ayah akan memilih untuk berkata jujur.
Ayah pernah diajari seseorang, bahwa ketika kita berbuat tidak jujur, sejatinya kita sedang berbohong pada diri kita sendiri. Karena setiap manusia memiliki hati nurani, hati nurani tidak pernah berkompromi dengan ketidakjujuran. Perilaku tidak jujur hanyalah perbuatan lisan yang menghianati teriakan hati nuraninya sendiri. Â
Dalam dunia kerja yang selama ini ayah geluti, mungkin juga dunia kerja lain, seseorang itu dinilai dari tiga hal yang melekat pada dirinya, Knowledge, Skill, dan Attitude. Perilaku untuk berbuat jujur itu ada pada yang ketiga. Kita boleh lemah pada dua hal pertama, tapi tidak ada toleransi untuk attitude.Â
Kelemahan kita pada keterampilan atau pengetahuan dapat tertutupi oleh perilaku dan sikap kita yang baik. Namun sebaliknya, meskipun pengetahuan dan keterampilan kita sundhul langit, jika cacat dalam attitude dimana pun kita tidak akan dihargai.
***