Kegaduhan tentang rencana kenaikan tarif naik haji sebenarnya sudah bisa diprediksi, yaitu ketika manfaat dana kelolaan dana haji mengalami penurunan, otomatis tahun haji selanjutnya akan dikenakan tarif yang lebih mahal.
Sebagai bahan informasi, Pemerintah sendiri pada tahun 2022 sudah memberikan subsidi dana haji sekitar Rp 4,8 triliun, yang mana sekitar Rp 1,4 triliun diambil dari manfaat pengelolaan dana haji.
Nah yang jadi pertanyaan adalah, "Jika haji diwajibkan bagi yang mampu, bagaimana bisa pemberian subsidi menjadi sah bagi yang menjalankannya?". Seharusnya jika berhaji bagi yang mampu, tidak ada campur tangan pemerintah dari pemberian subsidi dana haji.
Lagi pula, naik haji sudah cukup dlakukan hanya sekali. Jika berkali-kali, tentu Saudi Arabia yang diuntungkan atas "cashflow" dari kegiatan berhaji.
Hemat Saya, sudah saatnya pemerintah memberlakukan kebijakan "Naik Haji Cukup Sekali", di mana tiap individu yang menunaikan ibadah haji didata dan dilarang jika ingin naik haji untuk yang kedua kalinya.
Imbas dari kebijakan tadi tentu akan sangat berguna bagi negara, karena perputaran uang haji yang berkali-kali itu bisa berputar di ekonomi domestik. Jika rupiah dari kegiatan berhaji berkali-kali itu tidak beredar untuk keperluan ekonomi global, tentu kurs rupiah akan menguat terhadap beberapa mata uang negara lain (misal dollar dan riyal).