Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyelami Sisi Gelap Manusia

29 Juli 2021   18:45 Diperbarui: 29 Juli 2021   18:59 1883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemanusiaan secara umum bisa diartikan sebagai seifat-sifat dasar manusia yang melekat pada tiap individu, guna menjalin hubungan antar manusia dalam kehidupan sehari-hari. Nah, jika kita sudah biasa mengetahui macam sifat manusia secara umum, terutama yang berkaitan dengan positivity, maka dalam tulisan kali ini Saya akan mengajak kalian untuk menyelami sisi gelap manusia yang sering kita sangkal keberadaannya.

Sebenarnya tulisan kali ini tidak jauh berbeda dari tulisan sebelumnya soal The Dark Triad Personality, di mana manusia memiliki sisi gelap dalam hidupnya yang berkaitan dengan perilaku implusif, manipulatif, anti sosial, narsistik, hingga psikopat.

Dalam kajian ilmu psikologi terdapat sebuah teori yang bernama The Shadow Life, teori ini dipopulerkan oleh Carl Jung. Menurutnya, persona digambarkan sebagai sisi lain manusia yang ingin ditunjukkan kepada dunia, jika kita pernah mendengar istilah bahwa manusia itu memakai topeng, maka topeng itu adalah persona yang dimaksud oleh Jung. 

Sedangkan shadow merupakan representasi dari hal-hal yang tidak kita inginkan, hal-hal yang ingin kita sangkal, maupun hal-hal yang membuat kita takut jika kita melakukannya. Dan hal-hal itulah yang dimaksud dengan shadow oleh Jung, di mana sisi gelap itu bertentangan dengan dogma atau norma di masyarakat secara umum.

Shadow self berhubungan secara langsung dengan rasa trauma, jika ada orang mendapatkan bullying secara terus menurus, korban akan memiliki rasa trauma yang mengakibatkan dirinya menjadi anti sosial. Trauma ini juga bisa dialami oleh korban sodomi, yang mengakibatkan korban akan menjadi pelaku sodomi di masa yang akan datang.

Shadow self sendiri menurut Saya adalah hasrat "liar" manusia yang selalu disembunyikan, bahkan yang lebih parah, diri kita menyangkal sisi gelap diri kita sendiri. 

Namun sayangnya, semakin kita menyembunyikan bahkan menolak sisi gelap itu, seringnya terdapat gejolak dalam nurani kita. Maka dari itu, shadow self bisa juga Saya artikan sebagai pertentangan antara batin dan logika. 

Maksudnya? Sedari kecil kita sudah diajarkan tentang norma sosial yang berlaku, yang banyak orang harus ikuti sehingga terciptalah suatu dogma di dalam masyarakat. Secara nurani, tentu kita ingin mengimplementasikan dogma itu karena akan berdampak positif. 

Namun, terkadang logika menanyakan, "kenapa harus berbuat A jika bisa melakukan Z? Kenapa Saya harus mengikuti standar moral orang lain?". Maka dari itulah, shadow self Saya artikan juga sebagai hasrat "liar" manusia. Dan, manusia mana yang tidak memiliki hasrat "liar" yang sengaja mereka pendam sangat lama?

Dogma atau norma sosial dapat memicu disonasi kognitif, apa itu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun