Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Indonesia Punya Silicon Valley, Mungkinkah?

10 April 2021   19:38 Diperbarui: 10 April 2021   19:42 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah melalui PTPN V yang dikomandoi Budiman Sudjatmiko tengah menggarap proyek pengembangan teknologi, proyek itu nantinya akan menghasilkan sebuah karya yang bernama Bukit Algoritma. Pada 2016 Presiden Jokowi pernah berniat untuk membangun Silicon Valley seperti yang ada di San Francisco Bay Area, California guna mendukung Revolusi Industri 4.0 dan, pada tahun 2019 merupakan salah satu langkah berikutnya untuk memilih Sukabumi sebagai area yang dipilih untuk membangun Bukit Algoritma. Luas areanya sendiri sekitar 800 hektar, dan memakan biaya kurang lebih 18 triliun rupiah. Nah, sebelum menuju inti pembahasan, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu Silicon Valley.

Silicon Valley adalah sebuah julukan yang diraih karena terdapat banyak perusahaan yang bergerak di bidang komputer dan semikonduktor, sedangkan perusahan yang mendiami Silicon Valley beberapanya seperti eBay, Adobe Systems, Apple Computer, PayPal, Facebook, Google, HP, Intel, Yahoo, Tesla, dan masih banyak lagi yang lainnya. HP dan Oracle pindah dari Silicon Valley karena efek pandemi. Dilansir dari laman Kompas, cikal bakal Silicon Valley bermula pada tahun 1800 ketika San Francisco menjadi menjadi pusat telegraf dan radio.

Nama Silicon Valley bermula pada tahun 1969 saat Institut Penelitian Stanford menjadi salah satu dari empat simpul ARPANET, proyek penelitian pemerintah yang kemudian menjadi internet. Berkat adanya perusahaan besar seperti Apple, Google, dan Tesla, valuasi Silicon Valley ini kini diperkirakan mencapai 3 triliun dollar AS (Rp 42,32 kuadriliun). 

Saya pribadi turut senang dengan adanya proyek Bukit Algoritma, karena memang pada faktanya, jika kita (negara) ingin tetap eksis maka harus mengikuti perkembangan zaman, termasuk dalam perkembangan teknologi informasi. Namun yang perlu menjadi catatan adalah, Silicon Valley merupakan tempat berkumpulnya perusahaan-perusahaan besar, bukan sebuah tempat "pembentukan" perusahaan besar.

Yang Saya maksud "pembentukan" yaitu, orang-orang yang menjadi pelopor dari setiap perusahaan itu tidak lahir dan berkembang hanya di Silicon Valley, maka dari itu pembentukan sebagai modal utama untuk mengembangkan SDM yang berkualitas harus menjadi fokus Pemerintah selain proyek Bukit Algoritma.

Sebelum mewujudkan Bukit Algoritma, tentu Pemerintah harus menyiapkan "bibit" dan "bahan" untuk berlangsungnya tujuan mulia itu. Yang dimaksud dengan bibit yaitu sumber daya manusia, tentu peningkatan kualitas SDM di Indonesia mutlak diperlukan. Bagaimana caranya meningkatkan kualitas sumber daya manusia? Yang paling utama adalah hentikan komersialisasi pendidikan, hentikan tayangan tidak bermutu yang justru memperparah kualitas sumber daya manusia di Indonesia, tempa generasi penerus dengan literasi sehingga minat membaca semakin meningkat, semua institusi ikut andil dalam pembentukan bibit. Mulai dari Menteri Pendidikan, Menteri Sosial, Menkumham, KPAI, KPI, LSM, dan masih banyak lagi pihak yang harus terlibat. Kenapa? Karena untuk mencapai tujuan kualitas SDM yang berkualitas, semua pihak ikut terlibat, bekerja sama, saling koordinasi, sinkronisasi. Karena dengan begitu, bukan sesuatu yang mustahil untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Kemudian "bahan", yang Saya maksudkan adalah dengan adanya riset yang disertai dengan pendanaan yang cukup, seminar, edukasi, studi banding, dll juga mutlak diperlukan agar negara ini mampu bersaing, menciptakan teknologi terbaru, munculnya unicorn baru sesuai harapan dari Pemerintah.

Kenapa Saya menekankan soal "bibit" dan "bahan" ? Coba kita lihat Kemenristek Dikti, LAPAN, LIPI, progres apa yang mereka hasilkan secara signifikan? Semuanya berjalan di tempat, bahkan lembaga seperti LAPAN pun semakin kehilangan aset karena minimnya pendanaan dari Pemerintah. Fakta ini harus dilihat, betapa menyedihkannya mimpi Indonesia dalam kemajuan teknologi, tetapi tidak dibarengi dengan usaha yang konkrit kepada lembaga vital yang justru sangat berperan penting dalam mewujudkan mimpi Indonesia.

Jangan sampai Indonesia semakin kehilangan banyak lahan, uang, karena usaha yang setengah-setengah dari Pemerintah dalam suatu proyek, jangan sampai uang triliunan rupiah itu justru menjadi lahan baru untuk korupsi. Perencanaan yang matang pada proyek Bukit Algoritma harus menjadi fokus utama Pemerintah, karena jika proyek itu dikerjakan setengah-setengah, bukan tidak mungkin jika proyek Hambalang akan mempunyai penerus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun