Sarekat Hijau beridir pada tahun 1924, Benny G Setiono dalam bukunya, "Tionghoa Dalam Pusaran Politik", menyebut organisasi Sarekat Hijau beranggotakan 20.000-an orang. Ruth T McVey dalam bukunya "Kemunculan Komunisme Indonesia" menyebutkan, aktivitas utama Sarekat Hijau ialah, mengacaukan pertemuan Sarekat Rakyat (SR) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).Â
Organisasi Sarekat Hijau juga menganggu Sekolah-Sekolah Rakyat yang dijalankan SR, memukuli orang-orang komunis, menghancurkan properti milik orang komunis, dan mengusir orang komunis dari desa-desa mereka. Tak ketinggalan, Tan Malaka dalam "Aksi Massa" (1926) juga ikut menyoroti tingkah laku sarekat Hijau yang dinilai tak berperikemanusiaan. aksi bengis Serikat Hijau kepada guru-guru yang sedang mengajar, kepada orangtua murid, terus dilakukan guna menekan eksistensi SR.
Sarekat Hijau, Pam Swakarsa, dan juga FPI mempunyai kemiripan yang mencolok, yaitu sangat anti terhadap gerakan berbentuk revolusioner dari kelompok kiri. Dan yang masih Saya ingat, Saya sering dituduh sebagai antek PKI oleh orang-orang FPI. Namun sebelum Saya membahas masalah itu, ada baiknya Saya ceritakan awal mula Saya bisa bersinggungan dengan FPI.
Kejadiannya kalau tidak salah akhir tahun 2015, di mana saat itu ada seseorang yang mengirimkan pesan kepada Saya di instagram, dia seorang wanita yang bernama Imas. Orang itu melihat potensi Saya sebagai seorang penulis, yang dia pikir bisa membantu pergerakannya dalam kelompok (Saya lupa namanya, kalau tidak salah Garda Nusantara) untuk menghalau pergerakan dari lawan politik mereka yaitu Buzzer dan Jasmev.Â
Saya menyetujui permintaannya karena Saya pikir, sebuah tindakan yang bagus guna menangkal berita hoax dan kampanye hitam yang ditujukan kepada Anis Baswedan-Sandiaga Uno. Dalam kasus ini, Saya tidak condong ke kubu manapun.Â
Namun lambat laun Saya merasa ada yang aneh, ketika Saya dibutuhkan perannya untuk menangkal hoax dan kampanye hitam, mereka justru melakukan hal yang sama. Yaitu dengan membuat tagar trending twitter dan menyudutkan paslon Ahok-Djarot. Kekecewaan Saya memuncak ketika mereka memanfaatkan Saya untuk mengumpulkan massa dalam demonstrasi yang mereka lakukan untuk memenjarakan Ahok.
Dari sanalah Saya memutuskan untuk walk out dan akhirnya speak up tentang kelompok itu. Dan sungguh di luar dugaan, banyak pendukung Anis-Sandiaga (juga anggota FPI) yang mulai mengintimidasi Saya, bahkan mengancam keselamatan Saya. Namun sayangnya Saya bukan orang penakut, justru Saya malah semakin lantang untuk speak up.Â
Saat itu Saya membuka aib kelompok itu, mengkrtitik FPI habis-habisan, bahkan Saya lantang speak up tentang keberadaan kelompok ISIS di Indonesia (saat itu Saya menyusup ke dalam grup ISIS di grup bbm). Kritikan Saya terhadap FPI semakin tajam, tatkala mereka memainkan isu sara untuk menjatuhkan Ahok, melakukan propaganda kepada anak-anak kecil, hingga seruan jihad yang menggema di media sosial.
Intimidasi yang Saya terima semakin parah, ketika Saya menyebarkan video onani dari salah satu ustadz kelompok FPI. Saat itu Saya berkolaborasi dengan seorang DJ bernama Gebby Vesta. Gebby dan temannya sengaja membuat fake account dengan foto profil wanita seksi. Pancingan mereka pun berhasil, ketika ustadz itu mengirimkan pesan di akun instagram milik mereka.Â
Chat ustadz dan patner Saya pun berlanjut hingga ke aplikasi Line, di mana ustadz yang memiliki lebih dari 20 ribu followers instagram, meminta patner Saya untuk mengirimkan foto telanjang mereka kepadanya. Dan jebakan batman pun dimulai. Patner Saya mengajukan syarat, bahwa si ustadz harus melakukan handjob alias onani dengan memegang 2 handphone (1 hp untuk merekam ketika sedang onani, satu lagi untuk membalas chattingan mereka). Video memalukan itupun berhasil didapatkan oleh patner Saya.
Saya yang saat itu masih gencar-gencarnya mengkritik FPI, ditambah dengan rasa kesal atas intimidasi yang Saya terima, akhirnya membuat Saya nekat untuk memposting video memalukan itu. Tanpa Saya duga, video yang Saya posting viral dan membuat sang ustadz tutup akun.Â