Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghadapi Pandemi dengan Cara Kuno

24 April 2020   02:08 Diperbarui: 24 April 2020   05:02 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga saat ini banyak negara kocar-kacir menghadapi Covid-19, berbagai lini sektor industri juga kewalahan menghadapi virus ini. Tidak sedikit perusahaan yang merumahkan pekerjanya, dan tidak sedikit usaha yang kembang-kempis berdiri di tengah pendemi. Banyak orang kehilangan pekerjaan, banyak pelaku usaha yang kehilangan omset hingga harus rela merugi, banyak orang tersiksa atas wabah global yang bernama Covid-19 ini. 

Ekonomi melemah, daya beli menurun drastis, dan parahnya, tingkat kriminalitas meningkat sekitar 11%. Itu baru sedikit saja yang nampak, masih banyak sekali efek yang terjadi, salah satunya pertengkaran antara suami dan istri. Negara adidaya pun tak berdaya melawan covid-19 yang sudah menewaskan lebih dari 48 ribu jiwa di Amerika Serikat, dengan jumlah saat ini setidaknya ada 855,869 kasus terkonfirmasi positif virus corona di sana.

Banyak ilmuwan bekerja keras guna menciptakan vaksin, banyak tenaga medis yang berjuang demi menyembuhkan orang-orang, banyak tenaga medis yang harus tumbang karena tertular virus corona, banyak pula orang yang kelaparan akibat pendemi yang saat ini sedang mewabah. 

Orang-orang banyak yang mencari bantuan, mencari solusi, serta mencari jawaban atas wabah yang mengerikan ini, hanya demi bisa bertahan hidup. Banyak di antara mereka yang jungkir balik demi mendapatkan uang, yang nantinya akan dibelikan sembako. Ada pula orang yang merampok, ada yang menjual barang, ada juga yang bunuh diri. Semua itu dilakukan agar bisa hidup, agar bisa survive di masa pendemi seperti sekarang.

Peran orang-orang yang peduli juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat, melalui aksi donasi dan bakti sosial misalnya. Semuanya saling membantu, tidak memandang suku, ras, agama, serta ideologi. Semuanya kompak membantu saudaranya yang sedang kelaparan, tak sedikit pula orang yang rela gajinya dipotong agar bisa berbagi dengan sesama. Pemerintah pun tentu sudah berusaha semaksimal mungkin.

Contohnya di Indonesia, walau banyak kebijakan yang tumpang tindih, beragam statement konyol yang keluar dari mulut para pejabat negara, hingga saling lempar tanggung jawab, tetapi mereka masih tetap berusaha agar tidak ada banyak pihak yang dirugikan. Tapi sayangnya semua itu tidaklah cukup. 

Bantuan sosial dari orang-orang yang peduli pun tidak cukup. Karena tiap orang masih harus berusaha sendiri agar bisa hidup, agar bisa survive menghadapi virus corona. Lalu, bagaimana caranya untuk bisa survive di tengah pendemi? Mungkin solusi dari saya terdengar konyol, tidak relevan, atau bahkan mustahil untuk dilakukan. Tapi menurut saya cara kuno ini adalah satu-satunya cara agar rakyat tidak lagi kelaparan, sehingga bisa bertahan hingga wabah virus corona benar-benar hilang. Barter, inilah salah satu solusi yang saya tawarkan kepada kalian semua.

Mari saya mulai perbincangan ini. Wabah covid-19 menyerang siapa saja, tidak peduli miskin dan kaya. Saya kasih contoh dalam sistem atau melakukan barter: misalkan dalam sebuah desa atau kampung, ada orang dengan ekonomi menengah ke atas yang sudah tidak bekerja, mereka memiliki barang-barang elektronik. 

Mereka kebingungan bagaimana caranya untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan. Lalu ada orang satu desa atau kampung yang punya sawah, kebun, sehingga mereka punya stok pangan. Orang yang punya barang-barang bisa melakukan barter dengan mereka yang punya stok pangan. Misal barang X ditukar dengan 10 kg beras, atau ditambah dengan produk lain sehingga nilainya bisa balance. Atau orang yang memiliki ilmu, mereka bisa menawarkan jasa berupa pelatihan, pendidikan, pengembangan skill, yang nantinya akan dibarter dengan pangan.

Mungkin akan ada pertanyaan, bagaimana jika barang itu nilainya berkali lipat di atas dari pangan yang akan dibarter? Jawabannya sangat jelas, bahwa setinggi apapun nilai barang itu, orang yang bersangkutan pasti akan menerima kuantitas pangan yang dibarter, kenapa? Karena ini soal perut. Orang-orang yang punya barang dengan nilai tinggi harus meninggalkan idealisme, harus bersikap realistis, berpikir secara rasional. Maka mengesampingkan nilai yang tinggi demi kebutuhan pangan sangatlah bijak di saat sedang krisis.

Misalkan ada orang kaya yang rela membarter barang mewah milikinya, dengan belasan lusin ayam potong yang saat ini harganya anjlok. Orang kaya itu bisa membagikan ayam-ayam tadi kepada mereka yang membutuhkan. Karena ketika kita berbicara masalah krisis, beras bukan menjadi satu-satunya barang pokok. Orang bisa saja memakan ubi, jagung, atau bahkan ayam saja tanpa nasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun