Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Salahkah Menjadi PSK?

8 Februari 2020   14:39 Diperbarui: 8 Februari 2020   14:44 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image via tribunnews

Mari bicara tentang Pekerja Seks Komersial, sebuah profesi yang dilaknat oleh orang banyak, sebuah profesi di mana objeknya direndahkan oleh banyak orang. Bayangkan, betapa kuatnya batin para Pekerja Seks Komersial selama masa hidupnya. Ketika mereka memutuskan untuk menjadi seorang PSK, ketika orang di sekitar mengetahui profesinya, dalam sekejap suara-suara setan menghujani para PSK dengan segala label.

Manusiawikah? Tentu, omongan setan yang keluar dari mereka yang bukan PSK merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh manusia.

Ingin bicara masalah kemanusiaan? Kemanusiaan bukan hanya soal peduli, kasihan, menghormati. Kemanusiaan juga tentang pembunuhan, perampokan, karena dua hal itu juga merupakan sifat manusia. Kemanusiaan itu terdiri dari awalan "ke" dan akhiran "an", yang jelas-jelas menunjukan kata sifat, tentunya sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia.

Kenapa banyak orang membenci PSK? Melaknat PSK? Mencibir PSK? Memandang rendah PSK? Yang perlu kalian ketahui adalah, produk mempunyai dua macam: barang dan jasa. Orang-orang menjual produk mereka berupa barang: barang jadi, barang setengah jadi. Orang-orang menjual produk mereka berupa jasa: konsultan keuangan, konsultan hukum, dan juga Pekerja Seks Komersial yang menjual jasa kenikmatan biologis. Apa yang membedakan kedua produk itu? Moral? Urusan moral tidak perlu dihakimi, karena setiap orang mempunyai urusan moral masing-masing. Banyak, orang yang berprofesi sebagai pekerja kantoran, pemuka agama, tapi moral mereka buruk. Korupsi, menggelapkan asset perusahaan, hingga berbuat asusila.

Perkara akhlak? Orang mana yang sanggup menjamin dirinya berakhlak baik? Orang mana yang bisa memastikan dirinya masuk surga? Bahkan Nabi pun tidak bisa menjamin apakah dirinya masuk ke dalam surga atau neraka. PSK dilarang agama? Bullshit, agama bukan satu-satunya sumber moral serta penghakiman.

Kenapa di Indonesia banyak sekali orang yang "sok tau", banyak sekali yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain? Padahal perkara baik dan buruk, benar dan salah, itu semua relatif. Kenapa banyak sekali orang yang merasa berhak menghakimi, berhak memutuskan nasib orang lain? Apakah mereka yang mencibir sanggup menyediakan lapangan pekerjaan? Sanggup mengasah skill para Pekerja Seks Komersial? Saya yakin sekali, banyak orang yang hanya sekedar menyuruh untuk bertobat, tapi mereka tidak sanggup untuk memberikan solusi berupa pekerjaan.

Dulu ketika Soekarno masih hidup, beliau sering memanfaatkan Pekerja Seks Komersial untuk memata-matai lawan politiknya. Beliau menjadikan PSK sebagai agen untuk mendapatkan informasi, dan setelah misi mereka sukses, para PSK mendapatkan imbalan. Pernah mendengar kisah seorang Pelacur yang masuk surga hanya karena menolong seekor anjing yang kehausan di tengah padang pasir? Pernah mendengar seorang ahli agama yang masuk nereka karena sifat sombong? Merasa lebih baik dari orang lain? Kenapa kita semua tidak belajar dari dua kisah tadi? Tidak ada satupun manusia yang bisa menjamin dirinya masuk surga, dan tidak ada satupun manusia yang sanggup membuktikan eksistensi surga dan neraka.

Mari kita mengacu pada hukum supply and demand. Ketika pergerakan PSK dipersempit, ketika populasi PSK ditekan, apa yang terjadi? Mereka yang biasa memakai jasa PSK akan kebingungan, "ke mana mereka akan memenuhi kebutuhan biologis"? Imbasnya, angka kejahatan seksual akan meningkat, korbannya pun tidak memandang usia dan gender, begitu pula dengan pelakunya. Memangnya PSK selalu identik dengan wanita? Salah besar! Kaum lelaki juga banyak yang menjadi PSK, memuaskan nafsu wanita yang fantasi seksnya tinggi, bahkan ibu-ibu sosialita dan istri pejabat banyak yang memakai jasa gigolo, 'memelihara' pria muda, seksi, tampan, dan "anu"-nya besar untuk memuaskan hasrat seks mereka.

Ketika penawaran meningkat, tapi permintaan menurun, harga akan turun. Ketika penawaran menurun, permintaan meningkat, harga akan naik. Begitulah hukum supply and demand dan dapat terjadi pada produk apa saja, termasuk kepada Pekerja Seks Komersial.

Profesi PSK sudah ada sejak jaman dulu kala, sampai sekarang. Dan, apakah PSK bisa musnah? Tidak bisa. Apalagi sekarang jamannya kemajuan teknologi, semua bisa membeli dan menjual secara online. Kalau sudah begini, mau menyalahkan siapa lagi? Kenapa tidak sekalian menyalahkan Tuhan yang menakdirkan pria dan wanita untuk menjadi penjual jasa seks?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun