Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastra adalah Senjata

20 Juni 2019   10:39 Diperbarui: 20 Juni 2019   11:03 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah pergulatan di mana semua orang saling membenarkan, saling menyalahkan, saling mengkritik adalah sebuah fase di mana sudah tidak ada lagi yang namanya kepercayaan. Setiap orang terkadang berasumsi negatif  terhadap sesuatu yang belum teruji kesalahannya. Hanya karena sebuah "kepercayaan", banyak diantara kita yang bertindak sesuka hati demi meluapkan sebuah ego atas dasar ke-fanatik-an. Namun inilah yang dinamakan Demokrasi. Di mana setiap orang bebas menyalahkan, membenarkan, membela, membenci, mengkritik bahkan menghujat.

Dalam perkembangannya, ketika suara-suara itu mulai dibungkam karena "katanya" bisa 'membahayakan', saat itu pula suara-suara tersebut semakin nyaring terdengar. Sastra, dimana sebuah pemikiran, kritikan, penjabaran, dituangkan dan dituliskan guna menekankan bahwa eksistensi suara tetaplah ada, nyatanya mampu membuat mereka yang berkuasa kerepotan. 

Berbagai bentuk ekspresi melalui ragam tulisan diekspresikan, terkadang tidak perlu terlalu frontal agar apa yang dihasilkan oleh olah pikiran tetap tersalurkan ke penjuru dunia. 

Mereka yang berdiri di atas mimbar mengekspresikan pemikirannya melalui sajak-sajak yang erotis, erostis dalam artian menelanjangi sebuah pembungkaman. Mereka berorasi layaknya sedang memainkan opera, di mana penghayatan yang begitu dalam mampu menyihir jutaan pasang mata yang akhirnya akan membawa sebuah revolusi. Sebuah revolusi di mana jutaan hati nurani bergerak guna melawan sebuah penindasan. Sebuah revolusi di mana yang akan melahirkan kehidupan yang lebih baik.

Mereka yang bergulat dalam sastra yang berbau "jokes" dan sedikit sartir  juga tidak kalah pentingnya dalam perjuangan kebebasan. Mereka mempunyai idenya sendiri, mereka mempunyai pandangannya sendiri. Namun berbagai macam sudut pandang dan penilaian dalam sastra sebagai sebuah senjata mempunyai tujuan yang sama, yaitu "bersuara". 

Tidak peduli betapun orang-orang mencibir, nyatanya itulah salah satu yang harus diterima ketika "bersuara". Sekedar menulis tanpa aksi apa gunanya? Terkadang saya tertawa membaca komentar yang demikian. 

Bukankah revolusi kaum kiri berawal dari sebuah tulisan? Bukankah revolusi kaum kanan berawal dari buah pemikiran? Lalu apa bedanya tulisan dengan buah pemikiran jika keduanya sanggup mempengaruhi aksi massa.

Sebuah tulisan mampu melahirkan diskusi, sebuah diskusi mampu melahirkan aksi. Tapi apa yang menyebabkan sebuah tulisan adalah keadaan di mana ingin ada sebuah perubahan. Diskusi terciptak karena rasa penasaran yang akan melahirkan sebuah perubahan. Aksi massa tercipta karena ingin adanya perubahan. Maka berkacalah untuk orang-orang yang menanyakan pertanyaan seperti di atas. 

Apa yang membuatmu menginginkan sebuah perubahan jika tidak dimulai dari pemikiran. Jika kita semua memiliki satu tujuan yang disebut perubahan, kenapa harus ada cacian, sindiran dan sikap merendahkan. 

Bukankah kita terlahir dengan karakter yang berbeda, bukankah kita terlahir dengan sudut pandang yang 'berbeda' ?. nyatanya setiap orang mempunyai kemampuannya masing-masing, salah satunya mereka yang bergelut dengan sastra.

Ada yang pandai dalam berorasi, ada yang lihai dalam membuat strategi, ada yang teliti dalam mengambil keputusan dan ada pula yang doyan menulis untuk sebuah 'pergulatan'. Setiap orang mempunyai perannya masing-masing, setipa orang dapat ikut andil sesuai kemampuannya masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun