Tema : Mahasiswa Cakap Hukum Isu Aktual
Diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara (HMPS HTN)
UIN Salatiga, 12 Juni 2025 | Ruang ORMAWA
Dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis, argumentasi hukum, dan keterampilan berbicara di depan umum, Himpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara (HMPS HTN), Fakultas Syariah, Prodi Hukum Tata Negara, Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga menggelar kegiatan Pelatihan Law Debate Academy pada Kamis, 12 Juni 2025, bertempat di Ruang ORMAWA.
Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa Hukum Tata Negara dan terbuka bagi seluruh civitas akademika yang memiliki minat dalam pengembangan kemampuan debat hukum. Law Debate Academy dirancang sebagai ruang pelatihan intensif yang menggabungkan teori dan praktik debat berbasis hukum.
Rangkaian kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh panitia, dilanjutkan sambutan oleh Ketua Panitia yang menegaskan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari upaya HMPS HTN untuk mendorong mahasiswa tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga mampu menyampaikan gagasan hukum secara sistematis, terstruktur, dan berbobot.
Setelah itu, MC membacakan profil singkat moderator dan pemateri utama. Materi pembuka disampaikan oleh Majda Prawiranegara, yang mengawali dengan penjelasan makna debat secara konseptual. Menurut KBBI, debat adalah pertukaran pendapat atau argumen tentang suatu isu dengan tujuan mempertahankan sudut pandang masing-masing. Dalam konteks hukum, debat bukan hanya menyampaikan opini, tetapi mendasarkan argumen pada fakta, norma, serta landasan hukum yang relevan. Debat juga melatih mahasiswa untuk berpikir kritis, bekerja sama dalam tim, dan menyampaikan retorika hukum secara meyakinkan.
Usai pemaparan pengantar, peserta menyaksikan praktik debat simulatif dari pemateri dan anggota Lembaga Kajian Hukum (LKH), dengan mosi: "Vasektomi sebagai Syarat Penerima Bantuan Sosial". Simulasi ini menampilkan bagaimana struktur debat hukum berjalan secara formal dan berbasis pada tiga pilar utama: landasan filosofis (nilai dan etika), landasan yuridis (aturan hukum positif), dan landasan sosiologis (dampak sosial terhadap masyarakat).
Setelahnya, Majda Prawiranegara kembali memberikan materi teknis debat, mencakup peran masing-masing pembicara dalam tim:
- Pembicara 1 (Pembuka): Menjelaskan mosi, mendefinisikan istilah, menyatakan posisi tim, serta memaparkan garis besar argumen. Jika berada di pihak oposisi, wajib menyanggah definisi atau argumen awal tim afirmasi.
- Pembicara 2 (Penguat): Menyampaikan dan memperkuat argumen utama tim, serta menyanggah argumen lawan tanpa membawa argumen baru.
- Pembicara 3 (Penutup): Mematahkan argumen lawan secara strategis, menyimpulkan debat, dan memperkuat posisi tim.
Aspek penilaian debat mengacu pada prinsip 3M: Matter (isi dan kualitas argumentasi), Method (struktur dan alur logika), serta Manner (gaya penyampaian, etika, dan sikap debat). Disampaikan pula berbagai hal yang harus dihindari dalam debat hukum, seperti: argumen tanpa dasar hukum, fallacy (sesat pikir), pengulangan argumen, penambahan argumen baru di akhir, minim elaborasi, kurang riset, struktur yang tidak jelas, pengabaian fakta, ketidakkonsistenan, dan pelanggaran etika.
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang interaktif. Beberapa pertanyaan yang diajukan peserta antara lain: apakah debat hukum hanya membatasi ruang lingkup pada hukum saja? Dijelaskan bahwa meskipun fokus debat adalah isu hukum, data dan informasi dari bidang lain (seperti ekonomi, kesehatan, atau sosial) dapat digunakan untuk memperkuat argumen hukum. Pertanyaan lain menyinggung soal salam pembuka dalam debat---di mana ditekankan bahwa salam yang baik dan meyakinkan dapat mempengaruhi penilaian dewan juri dari aspek manner.