Mohon tunggu...
HMIMPO Tarbiyah
HMIMPO Tarbiyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Universitas Islam Negeri Mataram

Mahasiswa UIN Mataram

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Peradaban Islam Melalui Semangat Kolektif

26 April 2021   09:26 Diperbarui: 26 April 2021   09:32 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Andri (Ketua Umum PB Perhimpunan Pelajar Muslim Indonesia)

Sayyid Quthb seorang ulama tafsir ternama, dalam bukunya Shalah Al Khalidiy mengatakan, "Jika Amerika menghabiskan ratusan juta dolar untuk penelitian dalam mengatasi problem sosial di masyarakatnya, maka Islam melenyapkan kebiasaan yang telah mengakar pada masyarakat jahiliah hanya dengan beberapa lembar Qur'an." Apa yang dideskripsikan oleh Sayyid Quthb memang benar adanya. Islam memiliki solusi yang konkret untuk menciptakan masyarakat yang sehata secara ruhani maupun jasmaninya. Islam dengan seluruh risalahnya telah menjaga bangunan masyarakat secara totalitas. Masyarakat Madinah merupakah model terbaik yang pernah dibangun oleh Nabi Saw melalui semangat koletif sebagai masyarakat yang berperadaban luhur dan religius.

Semenjak kelahiranya di Jazirah Arab, Islam telah menoreh prestasi yang sangat luar biasa dalam membawa masyarakat pada keluhuran moralitas. Dalam wahyu Tuhan, islam telah berhasil melebur pada tataran nalaristas dan perasaan masyarakat dalam kemurnian akidah islam serta kerharmonian hukum. Islam datang sebagai "rahmatan lil alamin".

Sangat wajar, jika keutamaan kota Madinah dengan masyarakatnya diilustrasikan oleh Nabi Saw seperti alat peniup tungku yang mampun menyingkirkan karatan besi. Dalam akidah islamiah dan hukum-hukum islam, memiliki maqashid syariah yang akan menjaga lima konsep dalam masyarakat, diantaranya; memelihara agama, ruhani, akal, keturunan dan memelihara harta benda. Visi islam ini memastikan modernitas dan kemajuan tidak akan menyebabkan gangguan dan kerusakan sosial. Sehingga kemajuan teknologi dalam islam tidak membutuhkan biaya sosial. Hal ini karna islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu pengetahuan dan iman ssebagaimana peradaban barat.

Doktrin gereja pada abad kegelapan Eropa sering bertentangan dengan ilmu pengetahuan, sehingga memaksa lahirnya sekularisme yang hari ini menjadi biangkerok dari kerusakan sosial masyarakat. Meskipun mereka mencapai kemakmuran dan kemajuan teknologi tapi kemajuan yang dicapai gersang dari nilai-nilai moral dan kemanusiaan.

Budaya islam tidak segersang budayanya sekularisme. Kekuatan inti dari budaya islam adalah semangat kolektif dan silaturahmi. Menurut Ibnu Khaldun dalam bukunya yang berjudul Muqaddimah mengatakan "Gerakan kegamaan tanpa solidaritas sosial tidak akan berhasil. Karna masyarakat hanya bisa digerakan dan bangkit bertindak yaitu melalui sprit yang dibangun atas dasar solidaritas sosial. Apabila seseorang yang berada pada kebenaran hendak melakukan perubahan dengan kesendirinya dengan maksud untuk memperoleh kedudukan, maka dia akan terpelanting ke dalam jurang kegagalan." Karena itu jangan impiakan kemenangan jika menghidari solidaritas dan soliditas.

Nabi Saw juga mengibaratkan kehidupan masyarakat islam seperti sekelompok orang yang mengarungi lautan dengan kapal, merefleksikan bahwa masyarakat memiliki tanggujawab koletif untuk menjaga kemunkaran. Analogi kapal ini menekankan pentingnya tanggujawab kolektif dalam masyarakat, bukan orang perorang.

Dengan kolektivitas dan organisasional yang baik, akan mampun berfungsi sebagai penggerak dan pelindung efektif kesejahteraan bersama. Islam mengaris bawahi prinsip kolektivitas dan organisasional yang baik dalam membangun peradaban ummat islam. Kewajiban amar ma'ruf nahi munkar yang dibebankan pada setiap ummat islam, akan berfungsi sebagai sistem kekebalan yang kuat dalam masyarakat untuk mencengah penyebaran penyakit sosial.

Dalam perspektif hemat saya, kita perlu menoleh pada masyarakat madani yang diarsiteki oleh Nabi Saw di Madinah, sejarah mecatat adanya sebuah kohesi sosial yang ideal, terbangun secara kuat dalam masyarakat Madinah saat itu. Salah satunya terlihat lewat semangat koletif yang mendalam dan bersahaja antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Aspek lain yang menjadi kunci kekuatan masyarakat berperadaban islami adalah kedudukan perempuan sebagai jantung kebudayaan. Mereka kaum perempuan dipandang sebagai pembahru peradaban islam, pengelola teradisi dan menjadi benteng terakhir melawan penetrasi dan dominasi budaya barat.

Dalam pandangan islam perempuan merupakan centeral peradaban. Nabi Saw dalam salah satu haditsnya menyebutkan perempuan sebagai tiang negara. "wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya." Tugas perempuan ternyata tidak ringan. Negara menjadi taruhannya, sebab dari perempuan inilah akan lahir para pemimpin dan generasi penerus bangsa dan ummat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun