Mohon tunggu...
Hadana Lihadzar R.
Hadana Lihadzar R. Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Halo, salam kenal semua. Perkenalan nama saya Hadana, biasa dipanggil Kak Dana. Disini saya akan membagikan beberapa tulisan saya. Semoga bermanfaat. Terimakasih..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Itu Wakaf Produktif? (Dan Perbandingannya Menurut Madzhab Fiqih)

5 Januari 2021   11:09 Diperbarui: 5 Januari 2021   11:23 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wakaf merupakan salah satu bentuk kegiatan yang ada di dalam sistem ekonomi Islam. Namun sampai sekarang pemahaman mengenai wakaf belum banyak dibahas secara mendalam. Pembahasan tentang wakaf masih berkonsentrasi kepada pembahasan tentang fiqih, filosofi syari'ah, riba, keuangan dan perbankan syar'iah dan sebagainya.

Secara sederhana, wakaf atau "waqf" berasal dari bahasa Arab "wakafa".  Wakafa berarti "menahan" atau "berhenti" atau "diam di tempat" atau "tetap berdiri". Kata "wakafa-yaqifu-waqfan" sama artinya dengan "habasa-yabhisu-tahbisan". Secara istilah, pengertian wakaf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian:


Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindah milikkan.

Dalam sejarah perkembangannya, wakaf memiliki kontribusi yang fundamental. Namun, sedikitnya pengelolaan wakaf secara tepat, membuat wakaf yang seharusnya produktif dan dapat menghasilkan dapat dimanfaatkan berbagai pihak, terutama orang yang membutuhkan.

Dalam rangka pembinaan wakaf agar tetap berfungsi sebaimana mestinya, yaitu:

Pertama, mengimplementasikan undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Kedua, membenahi sumber daya manusia (SDM) yang duduk dalam lembaga-lembaga kenadziran.

Ketiga, mengamankan seluruh kekayaan wakaf, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, jika harta wakaf berupa tanah, maka yang harus dilakukan adalah:

  • Segera memberikan sertifikat tanah wakaf yang ada di seluruh pelosok tanah air. Harus diakui, banyak tanah-tanah wakaf yang jatuh ke tangan atau pihak-pihak yang tidak berhak;
  • Melakukan dukungan advokasi terhadap tanah-tanah yang masih sengketa;

Pemanfaatan dan pemberdayaan tanah wakaf secara produktif. Di samping pengamanan di bidang hukum, pengamanan di bidang peruntukan dan pengembangannya juga harus dilakukan;

Keempat, mengadakan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan pengolaan tanah wakaf.

Kelima, mensimulasi atau mendorong secara lebih luas kepada masyarakat agar lebih peduli terhadap pentingnya harta wakaf ditengah kehidupan social kemasyarakatan.

Wakaf Produktif

Salah satu semangat yang dibawa oleh UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah wakaf produktif (Pasal 43 ayat (2). Namun nampaknya UU menganggap istilah wakaf produktif sudah bisa dipahami, sehingga tidak ada penjelasan apa maksudnya.

Berikut ini beberapa penjelasan tentang wakaf produktif di dalam poin-poin sebagai berikut:

  • Secara bahasa produktif berarti bersifat atau mampu menghasilkan, mendatangkan hasil, manfaat dan menguntungkan (Pusat bahasa, 2008: 1215);
  • Munzir Qahaf membagi penggunaan wakaf menjadi dua, yaitu wakaf yang digunakan secara langsung dan tidak langsung (Qahaf, 2005 : 162-163).
  • Wakaf jenis pertama adalah wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk mencapai tujuan, seperti masjid untuk shalat, sekolahan untuk belajar, rumah sakit untuk mengobati orang sakit. Wakaf jenis pertama ini disebut wakaf konsumtif. Sedangkan wakaf jenis kedua pokok barangnya tidak digunakan secara langsung, melainkan dikelola untuk menghasilkan sesuatu. Kemudian sesuatu yang dihasilkan ini disedekahkan. Jenis wakaf kedua ini disebut wakaf produktif.
  • Pakar lain, Jaih Mubarak, menyatakan bahwa wakaf produktif ialah transformasi dari pengelolaan wakaf yang alami menjadi pengelolaan wakaf yang profesional untuk meningkatkan atau menambah manfaat wakaf (Mubarak, 2008 : 15).

Dengan definisi ini produktif tidak selalu berarti penambahan secara kuantitatif, tetapi juga bisa secara kualitatif.

Membiarkan wakaf konsumtif tetap apa adanya, namun didampingi dengan wakaf produktif. Masjid misalnya tetap dikelola secara konsumtif namun memiliki "bondho masjid" yang produktif untuk menopang fungsi masjid. Selanjutnya dengan hasil investasi bondho masjid, masjid dapat memerankan diri sebagai pusat kegiatan dan layanan kepada masyarakat.

Untuk menuju ke arah wakaf produktif setidaknya ada tiga syarat:

Wakif tidak membatasi wakafnya hanya untuk kepentingan ibadah sebagaimana yang lazim selama ini. Untuk itu perlu sosialisasi yang berkelanjutan;

Nazhir pengelola memiliki jiwa enterpreneur. Tanpa semangat neterprener, nazhir hanya akan terbebani oleh wakaf yang dikelolanya;

Transparansi pengelolaan.

Pandangan Empat Madzhab Tentang Wakaf Produktif

Ijtihad para ulama kontemporer yang berkaiatan dengan wakaf pemanfaatan jauh lebih berkembang, dan konsepsi mereka wakaf dapat dimanfaatkan.

Dan Konsep wakaf dalam ulama klasik sebagai generasi cendekiawan muslim generasi pertama masih seputar sarat dan rukun wakaf serta hukum berkaitan dengan pokok-pokok wakaf. Seperti boleh tidaknya memperjual belikan harta benda wakaf dimana Imam Hanafi menyatakan kebolehanya, Imam Syafi'i menyatakan tidak boleh sedang Imam Hanbali menyatakan tidak boleh menjualnya kecuali dengan keadaan bahwa harta wakaf tersebut terbengkalai sehingga untuk memanfaatkanya perlu untuk ditukar ditempat lain maka boleh.

Dalam pandangan ulama klasik wakaf, esensi ajaran wakaf tidak terlepas dari kepemilikan barang wakaf dan hukum pemanfaatanya. Maksud perwakafan dalam pandangan ulama klasik tidak terlepas dari niat waqif, demikian pula dengan hukum hukum lain yang berkaitan dengan harta wakaf.

Harta wakaf harus dipergunakan dalam bidang kemaslahatan, artinya tidak boleh digunakan dalam urusan haram. Oleh karena itu, sebagian fuqaha menjelaskan bahwa bidang kemaslahatan adalah segala urusan yang diperbolehkan. 

Beberapa jenis akad yang harus diketahui adalah:

  1. Ijarah (sewa), sistem inilah yang paling penting dan lebih dikenal di kalangan umum. Bahkan para ulama selalu mengkaitkan pengembangan wakaf dengan system ijarah ini. Meskipun ada sebagian kalangan fuqaha yang menolak wakaf dengan mata uang dengan alasan bahwa mata uang tidak boleh disewakan dan penggunaanya hanya sebatas untuk konsumsi. Adapun ulama yang membolehkan wakaf dengan mata uang adalah ibnu Qudamah. Sebagian ulama mengatakan bahwa manfaat wakaf dinar dan dirham, "Anda bisa memberikan pinjaman kepada fakir lalu memintanya kembali dan anda berikan lagi kepada yang lainnya."
  2. Muzaraah, yaitu adanya kesepakatan antara pengurus wakaf (nadzir) dengan pihak lain untuk menanami lahan yang diwakafkan dengan syarat hasil yang diperoleh dari penanaman lahan wakaf tadi dibagi sesuai dengan kesepakatan.
  3. Musaqah, yaitu bentuk kerjasama antara pengurus wakaf dengan pihak kedua untuk merawat dan mengairi perkebunan dengan syarat hasil dari perkebunan dibagi antara kedua pihak dengan porsi sesuai dengan yang telah disepakati.
  4. Mudharabah, yaitu gabungan antara harta, pengalaman dan pekerjaan. Dengan ketentuan bahwa hasilnya dibagi antara kedua pihak dengan prosentase yang telah disepakati.
  5. Musyarakah, yaitu kesepakatan kerjasama antara nadzir dengan dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama baik dalam proyek perindustrian, pertanian maupun perdagangan.
  6. Istishna', yaitu suatu kontrak jual beli antara pembeli (mustasni') dan penjual (shani') di mana pembeli memesan barang (mashnu') dengan kriteria yang jelas dan harganya dapat diserahkan secara bertahap. Pihak pengurus wakaf bisa memanfaatkan akad ini dengan cara membangun proyek besar dan bermanfaat, bisa kerjasama dengan perbankan islami atau investor untuk mendanai proyek yang ada diatas tanah wakaf.
  7. Murabahah, yaitu akad penyediaan arang berdasarkan prinsip jual beli, dimana nadzir membelikan kebutuhan barang nasabah (investasi/modal kerja) dan nadzir menjual kembali kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakat.

Berdasarkan pada pembahasan tersebut dapat diketahui bahwasanya terdapat persamaan dan perbedaan Imam Madzhab tentang Wakaf Produktif.

Memahami dari persamaan-nya terlebih dahulu, Imam Hanafi dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa dalam harta wakaf harus bersifat ta'bid (kekal) dan pemanfaatan benda tersebut diharuskan bersifat dawaam (terus menerus).

Hal terkait wakaf berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia, yaitu menahan hata yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram). Maksud fatwa MUI tersbut yaitu, selama wakaf dapat menghasilkan maka akan dianggap sebagai wakaf produktif. 

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Wakaf adalah wakaf poduktif (Pasal 43 ayat (2)). Dapat diartikan juga bahwa wakaf produktif tidak lagi terbatas pada benda yang tetap wujudnya, melainkan wakaf dapat berupa benda yang tetap nilainya atau pokoknya.

Selanjutnya perbedaan wakaf produktif perspektif Imam Madzhab. 

Menurut Madzhab Hanafi wakaf benda bergerak diperbolehkan asalkan sudah menjadi urf (kebiasaan) dikalangan masyarakat, seperti mewakafkan buku, mushaf dan uang. Dalam mewakafkan uang disyariatkan harus adanya istibdal (konversi) dari benda yang diwakafkan bila dikhawatirkan ada ketidak tepatan zat benda. Caranya adalah dengan mengganti benda tersebut dengan benda tidak bergerak yang memungkinkan manfaat dari benda tersebut kekal.

Sedangkan menurut Madzhab Syafi'i tidak boleh mewakafkan dinar dan dirham (uang), hal tersebut dikarenakan uang akan lenyap dengan dibelanjakan dan sulit mengekalkan zatnya. Hal itu dirasa akan mengubah fungsi uang sebagai standar harga dan pemanfaatannya tidak tahan lama.

Perbedaan yang menjadi perdebatan tentang wakaf produktif sebenarnya tidak lepas dari pemahaman terhadap hadits Nabi Muhammad SAW, yang pada intinya wakaf bermakna benda yang diwakafkan adalah manfaat benda dan tidak lenyap ketika dimanfaatkan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat saya ambil kesimpulan bahwasanya wakaf sebagai bentuk amal jariyah yang bisa dimanfaatkan dengan tujuan harta benda wakaf berpeluang untuk manfaat yang lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun