Mohon tunggu...
Kebijakan

Menghapus Kesenjangan Disabilitas

9 Desember 2018   02:22 Diperbarui: 9 Desember 2018   02:35 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepekan lalu tepatnya 3 Desember, dunia memperingati hari disabilitas. Hingga saat ini penyandang disabilitas belum mendapatkan perhatian maksimal dari pemerintah. Hal sederhana yang bisa di perhatikan di sekitar kita ialah minimnya fasilitas yang ramah dengan penyandang difabel di ruang publik seperti ram (landasan bagi disabilitas khususnya kursi roda) taman atau toilet khusus difabel di pusat perbelanjaan. Padahal menurut UU RI No 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas ialah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,intelektual, mental/sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Dengan kata lain mereka harus mendapatkan hal yang sama dengan masyarakat non disabilitas terutama urusan pekerjaan.

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas 2017) diperoleh data bahwa sebanyak 21.930.529 orang disabilitas di Indonesia, 6,31 persen berada di Kaltim. Sebanyak 11.224.673 orang atau 51,18 persen merupakan angkatan kerja 414.222 orang atau 3,69 persen diantaranya masih menganggur. Kenyataan tersebut membuat penyandang disabilitas masih termarjinalkan. Dikutip dari Kaltim Post terbitan 7 Desember dengan judul, Menembus Batas Disabilitas, Ketua persatuan penyandang disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim Ani Juwairiyah mengatakan, hadirnya UU No 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas ternyata tak juga menjamin kesejahtraan mereka yang punya keterbatasan beragam persoalan masih membelenggu hak-haknya mulai dari persoalan pendidikan, pekerjaan, hingga fasilitas umum meskipun aturan negara mengamanatkan satu dari seratus pekerja di perusahaan adalah diafabel. "Realitannya hampir mustahil menemukan perusahaan yang benar-benar menerapkan undang --undang tersebut," ucapnya Dia menambahkan penerapan aturan kuota pekerja difabel ini masih jauh dari harapan. Alasan rendahnya tingkat ketenagakerjaan di antara para penyandang disabilitas ialah tingkat pendidikan dan pelatihan yang rendah, kurangnya informasi akan peluang kerja, kehilangan minat karena pengalaman gagal dapat pekerjaan. "Padahal, sudah ada UU No 8 Tahun 2016 yang mengatur bahwa perusahaan swasta, satu persen pekerjanya adalah penyandang disabilitas. Sedangkan untuk BUMN, BUMD, pemerintah daerah, atau pemerintah pusat itu dua persen," terangnya kepada Kaltim Post pada kamis 29 November 2018.

Dari segi pendidikan penyandang disabilitas juga belum mendapatkan perhatian dari pemerintah. Hal tersebut terbukti dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012, sebanyak 81,81 persen penyandang disabilitas menamatkan pedidikannya hingga sekolah dasar sementara SMP 8,75 persen dan SMA 9,44 persen. Tak ada yang melanjutkan hingga ke pendidikan tinggi seperti universitas kenyataan tersebut tidak sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas/Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CPRD) PBB pada Maret 2007 yang Indonesia juga ikut menandatangani perjanjian tersebut. Ada 8 kesepakatan yang harus diadopsi oleh setiap negara termasuk Indonesia jika berhubungan dengan penyandang disabilitas, salah satu diantaranya kesetaraan kesempatan baik itu pendidikan dan juga pekerjaan ataupun perlakuan sama di masyarakat. Namun hingga sekarang realisasinya masih belum maksimal. Contoh kecil yang bisa kita lihat di Samarinda, ram untuk penyandang disabilitas begitu curam. Tak jarang mereka yang berkursi roda masih ditolong orang lain saat melalui tanjakan tersebut, padahal seharusnya mereka bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan.

Menurut saya dua hal yang harus pemerintah segera tanggapi ialah urusan pendidikan dan pekerjaan terhadap penyandang disabilitas. Sebab pendidikan dan pekerjaan adalah dasar yang harus dipenuhi agar bisa hidup mandiri. Sementara untuk fasilitas yang ramah dengan kawan-kawan penyandang disabilitas seharusnya pemerintah sudah terealisasikan dengan baik, sebab saya yakin dan percaya urusan kecil seperti itu pemerintah mampun menyediakan dengan baik. Untuk pendidikan dan pekerjaan memang harus melewati berbagai proses, misalnya pendidikan tinggi harus memiliki tenaga pendidik atau dosen yang punya sertifikasi pendidik khusus disabilitas. Dan proses tersebut tidaklah mudah. Meskipun demikian pemerintah harus bisa menunaikan. Sementara untuk pekerjaan, pemerintah harus menyediakan fasilitas yang bisa memberikan pelatihan untuk menambah skill penyandang disabilitas, sehingga mereka bisa medapatkan pekerjaan. Sebab sebagai negara yang baik, Indonesia harus adil untuk seluruh warga negara sesuai amanat pancasila.

(Oleh: Hizkiadven Sanggam Batara Lebang, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Mulawarman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun