Mohon tunggu...
Matrimony Lesmana
Matrimony Lesmana Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Sosiologi Budaya

dengan ikhlas dan senang hati menyerukan bahwa perbedaan sosial budaya sama sekali bukan alasan pemisahan masyarakat;

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Banjir DKI, Ketika Kesetiaan Diuji

9 Januari 2020   07:33 Diperbarui: 22 Januari 2020   17:19 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: koleksi warga Kelapa Gading)

Sebenarnya kurang menyenangkan untuk menulis artikel soal banjir. Faktanya: banjir di ibukota itu adalah musibah. Sejumlah besar warga Jakarta merugi, karena mulai malam tahun baru kemarin sebagian Jakarta kembali terendam air.

Kalau pada pertengahan bulan Desember lalu 'kepadatan di mulut-mulut (saluran) air' atau apapun narasinya, disinyalir menjadi penyebab utama penumpukan volume air hingga terbentuk 'antrean'.

Kali ini curah hujan, yang 'tidak dalam kendali kita' bersama 'volume airnya tak terkontrol manusia', digadang-gadang bertanggungjawab atas musibah kali ini.

Banyak tulisan di media mempunyai alasan kuat untuk menarik banjir sebagai wacana. Salah satunya, musibah rutin di ibukota ini mengindikasikan kemungkinan adanya ketimpangan administratif pada penanganan banjir. Yaitu lemahnya penanganan pada fase pencegahan.

"Sedia payung sebelum hujan", sebuah pepatah di negeri dengan kekayaan curah hujan ini sudah mengingatkan sejak dulu, bahwa kebijakan pada penanganan melimpahnya air sudah semestinya dikonsentrasikan lebih pada fase sebelum banjir terjadi. Apalagi kini kemajuan teknologi mendukung dengan prakiraan cuaca, sehingga persiapan untuk menghadapi banjir bisa lebih akurat lagi.

Namun di balik ini semua, ada satu hal menarik dan perlu diketahui agar dapat diambil pelajaran darinya, yaitu bagaimana alam menguji kesetiaan pemangku amanah. Berikut uraiannya.

Seperti diketahui bersama, bahwa banjir di ibukota rutin hadir. Sebaliknya, yang tidak rutin adalah 'kehadiran' pemerintah provinsi untuk mendampingi warga Jakarta menghadapi banjir.

Kehadiran pemerintah provinsi yang dimaksud di sini bukan dilihat dari penampakan pejabatnya di lokasi kejadian, melainkan kesetiaan pada dinasnya - kesetiaan pada amanah.

Ukurannya adalah sumbangsih dari segenap pikiran dan perbuatan untuk melayani warga di wilayah administratifnya. Sumbangsih ini sering dituangkan ke dalam bentuk kebijakan.

Seiring dengan dinamika demokrasi, kepemimpinan pemerintah provinsi bisa berganti-ganti. Tidak aneh tentunya bila kebijakan pemerintahnya berubah-ubah, karena setiap manusia punya sudut pandang berlainan dalam menghadapi masalah. Namun yang diukur adalah sejauh mana sebuah kebijakan mendorong pelayanan sampai ke warga.

Terutama dalam wacana banjir, bila 'antrean air' masih sulit dihalangi untuk hadir di ibukota, paling tidak kebijakan dikonsentrasikan agar beban penderitaan warga tidak lebih berat dari sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun