Mohon tunggu...
Himmatul uliyah
Himmatul uliyah Mohon Tunggu... Guru - Berusaha hidup lebih bermanfaat dan bermartabat

Himmatul uliyah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Sebait Kisah Mama

23 Januari 2020   21:09 Diperbarui: 23 Januari 2020   21:05 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
commentwarehouse.com

Sedetik kuterpuruk dalam sebuah kenangan empat puluh tahun silam sebait kisah pada sosok wanita cantik , kuat jiwa pun ragaBerjalan berkilo-kilo meter tuk berikan setetes embun rasa dahaga agama di desa tempat mengabdi pada suami, bahkan sampai pada lain desa, yang dia jalani bertahun-tahun dengan senang hati.

Seringkali aku merasa bukan apa-apa, jika kuingat dia menjalaninya sambil menggendong balita, menuntun permata hati. Teriknya mentari dan guyuran hujan tak jadi penghalang untuk terus jalani.

Pastinya lelah dan sedih tapi tak pernah aku dengar keluh kesahnya, tak pernah tahu air matanya, karena dia yakin bahwa semua itu taqdir yang harus dijalani.

Menikmati jatuh bangun ekonomi keluarga dengan riang, meladang, menyunggi keranjang ke pasar,terima jahitan baju tetangga dilakukan, untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selalu sabar dan tawakkal, tak pernah putus asa,  menyalahkan Tuhan apalagi.

Bertambah dekat dengan sang penguasa jagat dengan sepertiga  malam yang tak pernah terlewat, masih manari-nari di pulupuk mataku. Sedih dan pilu tak bisa tiru sepenuhnya oleh anakmu.

Kepanjen, 23 Januari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun