"Eropa sedang menghadapi masa tergelapnya sejak Perang Dunia Kedua" - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell (2022).
Latar Belakang
Rusia telah meluncurkan serangan pertamanya di Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022. Serangan tersebut menyebabkan kerusakan berbagai bangunan dan menewaskan ratusan warga Ukraina. Kedua negara tersebut memiliki hubungan yang cukup kompleks dengan latar belakang sejarah yang panjang. Pada tanggal 8 Desember 1991, Uni Soviet sebagai salah satu negara adidaya dengan ideologi komunis yang saat itu dipimpin oleh Mikhail Gorbachev dinyatakan hancur (The Economist, 2021). Wilayah-wilayah bekas Uni Soviet kemudian pecah dan memisahkan diri dengan membentuk negara-negara baru, yaitu Rusia, Azerbaijan, Belarus, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Latvia, Lituania, Moldova, Tajikistan, Armenia, Uzbekistan, dan Ukraina.Â
Sejak memisahkan diri dari Uni Soviet dan merdeka pada 24 Agustus 1991, Ukraina telah goyah dalam menentukan ideologinya antara pengaruh Barat atau Moskow (Sullivan, 2022). Walaupun bukan anggota NATO, setelah konflik dengan Rusia tahun 2014 akibat insiden Semenanjung Krimea, NATO membantu Ukraina dalam melawan Rusia. Konflik terus berlanjut hingga akhir tahun 2021. Amerika Serikat sebagai pemimpin NATO telah mengirimkan berbagai senjata dan peralatan militer modern ke Ukraina secara bertahap untuk membantu mempertahankan diri melawan Rusia (BBC, 2022).Â
Citra satelit milik Rusia menunjukkan adanya penumpukan pasukan di perbatasan Ukraina (Haryanto, 2022). Hal tersebut direspon langsung oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dengan memberi peringatan sanksi ekonomi bagi Rusia apabila melakukan invasi dan menyerang Ukraina. Kemudian, Rusia justru meminta NATO untuk menghentikan aktivitas militernya di Eropa Timur dan Ukraina. Namun, pada Januari 2022, NATO menambah pasukan kapal dan jet tempur di Eropa Timur hingga akhirnya Putin, Presiden Rusia, merencanakan invasi ke Ukraina. Konflik dua negara ini tentu berpengaruh terhadap perekonomian global karena Rusia merupakan eksportir besar beberapa komoditas seperti minyak bumi, gas alam, dan gandum.Â
Biaya Ekonomi Akibat PerangÂ
Serangan Rusia ke Ukraina menimbulkan kerugian yang besar, baik korban jiwa maupun material. Dalam 5 hari pertama sejak Rusia menginvasi Ukraina, Rusia telah mengalami kerugian sebesar $7 triliun (Consultancy, 2022). Kerugian ini termasuk biaya peralatan militer dan hilangnya nyawa manusia sehingga menghilangkan PDB di masa mendatang sebesar $2,7 miliar. Biaya tersebut belum termasuk biaya logistik, personel amunisi, bahan bakar, peluncuran roket, dan sebagainya yang kerugiannya diperkirakan lebih besar dari $20 miliar.Â
Dampak utama akibat perang antara Ukraina dan Rusia terhadap perekonomian dunia adalah kenaikan harga komoditas energi (Liazde dkk., 2022). Rusia merupakan salah satu pemasok komoditas energi terbesar bagi negara-negara di Eropa sehingga adanya konflik ini memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian dunia. Dengan menggunakan Global Econometric Model, Liazde dkk. (2022), mengestimasi bahwa konflik antara Ukraina dan Rusia dapat mengurangi tingkat GDP dunia sebesar 1% atau sekitar $1 triliun pada tahun 2023 (Grafik 2).  Biaya yang ditimbulkan akibat pemberian sanksi ekonomi ke Rusia sebagian diikuti dengan harga yang lebih tinggi untuk ekspor gas dan minyak  akan diprediksi menyebabkan PDB Rusia terkontraksi sebesar 1,5% pada tahun 2022 dan lebih dari 2,5% pada tahun 2023.
Grafik 2 .GDP Cost akibat Perang di Ukraina (Liazde dkk., 2022)