Mohon tunggu...
Hilmy Prilliadi
Hilmy Prilliadi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Prospektor, Thinker

Master student enrolled in Agricultural Economics Department of Atatürk Üniversitesi Turkey.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pemikiran Berbasis Alam

31 Juli 2020   20:46 Diperbarui: 31 Juli 2020   20:58 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Urbanisasi dan pembangunan yang tidak memihak pada kelestarian alam telah menampakkan fenomena permasalahan agraria, konflik baik horizontal antar masyarakat dengan masyarakat maupun secara vertikal antara masyarakat dengan pemerintah, kondisi ini diperburuk dengan kerusakan alam yang berdampak pada bencana sebagai implikasi penemapatan alam sebagai objek eksploitasi. 

Kita dapat melihat berbagai produk kebijakan pemerintah pusat yang terang-terangan tidak menempatkan kelestarian alam sebabagai variabel utama dalam pembangunan infrastruktur. Kita bisa melihat contoh banjir bandang di Luwuk Utara akibat perkebunan sawit, perusakan fungsi lindung karst, perampasan lahan petani untuk pembangunan pembangkir listrik tenaga batubara, konflik lahan Alang-Alang Lebar, penggusuran wilayah Taman Murni dan Labi-Labi, pembangunan geothermal Arjuno Welirang, dan masih banyak lagi.  

Di sisi lain, urbanisasi sebagai perubahan kontinu, bertahap, dan terkadang dramatis dalam tempat tinggal manusia dari pedesaan ke perkotaan, adalah megatren global (unpopulation.org 2018). Menjadi pendorong antropogenik utama dari perubahan lingkungan, degradasi dan hilangnya keanekaragaman hayati, urbanisasi akan meningkat sebesar 1 juta km2 pada tahun 2030. 

Dengan berkumpulnya manusia di pusat-pusat kota, ironisnya kesehatan dan kesejahteraan manusia dipengaruhi secara negatif dalam banyak hal; urbanisasi dan kemiskinan telah berjalan seiring selama beberapa dekade, dengan populasi yang hidup di bawah tingkat kemiskinan di daerah perkotaan telah mencapai 50 juta selama tahun 1993--2002 (Ravallion et al. 2007; Andersson et al. 2015; Dobbs et al. 2017 ). 

Namun, urbanisasi dan transformasi berkelanjutan dari wilayah perkotaan ternyata tidak hanya dilihat sebagai penyebab degradasi lingkungan dan sosial, namun juga solusi potensial untuk masalah yang disebabkannya. 

Pada tahun 2030, populasi perkotaan di kawasan yang kurang berkembang di dunia akan berjumlah 4 miliar, dimana 80% akan tinggal di Afrika, Asia dan Amerika Latin (FAO, 2017). Kondisi ini menuntut pemerintah dan masyarakat untuk memulai paradigma baru dalam pembangunan yang mampu memperbaiki kondisi ekologis.

Sebagai bagian dari agenda yang lebih luas, rangkaian konsep dan pendekatan telah diluncurkan selama beberapa tahun terakhir untuk mempromosikan alam perkotaan dan kota-kota yang lebih hijau. Agenda itu termasuk pembangunan perkotaan berkelanjutan (World Commission on Environment and Development, 1987), desain perkotaan berkelanjutan (European Commission, 2004), penyediaan layanan ekosistem perkotaan (TEEB, 2010; Bolund dan Hunhammer, 1999), pembangunan infrastruktur hijau (Benedict dan McMahon, 2006), dan adaptasi berbasis ekosistem (Colls et al. 2009). 

Baru-baru ini, solusi berbasis alam atau nature-based solutions (NBS), Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) mencatat tentang kontribusi alam kepada Masyarakat (Escobedo et al. 2018), dan 17 Sustainable Development Goals dapat dilihat sebagai upaya untuk mengatasi ketergantungan manusia pada alam, dalam memulihkan dan mengembangkan tidak hanya wilayah perkotaan, tetapi kehidupan manusia secara umum. Semua konsep dan pendekatan ini adalah contoh peningkatan perhatian terhadap pentingnya alam dan ekosistem dalam dunia urbanisasi.

Konsep nature-based solutions dapat didefinisikan sebagai "solusi yang terinspirasi dan didukung oleh alam, yang hemat biaya, secara bersamaan memberikan manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi dan membantu membangun ketahanan. 

Solusi semacam itu membawa lebih banyak, dan lebih beragam, fitur dan proses alam ke dalam kota, lanskap, dan bentang laut, melalui intervensi yang disesuaikan secara lokal, hemat sumber daya, dan sistemik." (EC, 2015). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun