Mohon tunggu...
Hilda Nuril Fauziah
Hilda Nuril Fauziah Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Inovasi Dana Desa di Mojokerto : Belajar Kemandirian Fiskal Dari Desa Ketapanrame Hingga Desa Kemantren

9 Oktober 2025   00:31 Diperbarui: 9 Oktober 2025   00:31 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

            Desa merupakan entitas pemerintahan terdepan dalam penyelenggaraan pembangunan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Pemerintah pusat telah menyalurkan Dana Desa (DD) setiap tahun sebagai instrumen utama untuk mendukung pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diberlakukan. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa jumlah Dana Desa yang diterima seringkali tidak sebanding dengan kompleksitas kebutuhan pembangunan lokal. Di banyak desa, dana untuk program strategis seperti pengembangan ekonomi kreatif, pengolahan sampah terpadu, digitalisasi layanan publik, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia masih terbatas. Akibatnya, ketergantungan penuh terhadap Dana Desa berpotensi membuat desa stagnan, reaktif, dan kurang inovatif dalam merespons tantangan pembangunan yang terus berkembang.

            Kondisi tersebut menuntut desa untuk bertransformasi dari entitas penerima dana menjadi pelaku aktif pembangunan yang mampu menggali dan mengelola sumber dana alternatif secara kreatif dan mandiri. Berbagai inovasi, mulai dari penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), kemitraan dengan sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), hingga pengembangan ekonomi wisata dan digitalisasi layanan, kini menjadi arah baru pembangunan desa. Pengalaman di beberapa desa di Kabupaten Mojokerto, seperti Ketapanrame, Kumitir, dan Kemantren, menunjukkan bahwa kerja sama antara perangkat desa, masyarakat, dan mitra eksternal dapat menghasilkan model pendanaan berkelanjutan yang tidak hanya berasal dari Dana Desa. Inovasi ini meningkatkan kapasitas sosial dan ekonomi desa untuk mencapai kemandirian fiskal, selain membuka sumber pendapatan baru.

1. Mengapa Desa Perlu Menggali Sumber Dana Pembangunan di Luar Dana Desa?

            Pemerintah pusat telah menyalurkan Dana Desa (DD) sebagai instrumen utama pendanaan pembangunan tingkat lokal setiap tahun sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mulai berlaku. Namun dalam praktiknya, Dana Desa memiliki keterbatasan dalam sisi jumlah maupun ruang penggunaan. Dana tersebut tidak dapat sepenuhnya membiayai banyak kebutuhan pembangunan di tingkat desa yang terus berubah. Oleh karena itu, menggali sumber dana di luar Dana Desa menjadi sebuah keniscayaan bagi desa yang ingin membangun kemandirian ekonomi dan keberlanjutan pembangunan.

            Keterbatasan Dana Desa tampak jelas ketika kebutuhan akan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi lokal meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kompleksitas sosial. Seringkali, dana desa hanya cukup digunakan untuk pembangunan fisik penting seperti jalan, sistem drainase, atau sistem air bersih. Padahal, desa juga membutuhkan investasi jangka panjang untuk hal-hal seperti pengolahan sampah, pengembangan pariwisata, hingga inovasi digital. Sumber dana alternatif seperti hasil usaha desa, kemitraan dengan sektor swasta, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), serta partisipasi masyarakat menjadi solusi untuk memperluas ruang gerak pembangunan desa.

            Kesuksesan otonomi desa juga diukur melalui kemandirian fiskal desa. Desa akan kehilangan kapasitas inovatif dan daya tahan fiskalnya jika hanya bergantung pada transfer pemerintah. Menggali sumber dana di luar Dana Desa bukan hanya upaya mencari tambahan modal, melainkan strategi memperkuat kedaulatan desa atas kebijakan ekonominya sendiri. Dengan demikian, desa mampu menjadi entitas ekonomi yang tidak hanya menunggu kucuran dana, tetapi juga mampu menciptakan nilai tambah bagi warganya.

2. Bentuk Inovasi Sumber Dana dan Faktor Keberhasilan atau Kegagalannya

            Bentuk inovasi sumber dana yang dapat dilakukan desa sangat beragam, tergantung pada potensi lokal dan kapasitas sumber daya manusianya. Penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah salah satu inovasi paling populer. Melalui BUMDes, desa dapat membangun unit usaha seperti pengelolaan wisata, toko desa, jasa pertanian, penyewaan alat, hingga pengolahan hasil bumi. BUMDes dapat menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik oleh orang yang profesional. BUMDes sering gagal jika manajemennya bersifat nepotistik, tanpa studi kelayakan, atau tidak memiliki strategi pemasaran yang jelas. Keberhasilan BUMDes terletak pada manajemen yang transparan, analisis pasar yang akurat, dan keterlibatan masyarakat.

            Inovasi berikutnya ialah kemitraan dengan sektor swasta melalui program CSR. Banyak perusahaan yang bersedia menyalurkan dana CSR-nya untuk proyek sosial-ekonomi di desa. Namun, agar CSR efektif, desa perlu menyusun proposal yang sistematis dan menunjukkan dampak yang terukur. Misalnya, Desa Ketapanrame di Kabupaten Mojokerto dapat mengembangkan wisata Sumber Gempong dan Taman Ghanjaran dengan bantuan dana CSR dari perbankan nasional. Ketika desa memiliki rencana yang jelas dan akuntabel, mereka dapat menjadi mitra pembangunan yang kredibel bagi dunia usaha, seperti yang ditunjukkan oleh kerja sama ini.

            Selain itu, inovasi berbasis potensi wisata dan ekonomi kreatif juga menjadi peluang besar. Desa-desa di lereng Gunung Welirang dan Arjuno di Mojokerto, misalnya, memiliki daya tarik alam yang dapat diolah menjadi destinasi wisata. Melalui BUMDes dan kelompok sadar wisata, desa dapat mengelola parkir, tiket masuk, hingga produk oleh-oleh. Pendapatan dari sektor wisata ini terbukti mampu menopang kas desa tanpa harus bergantung penuh pada Dana Desa.

           Inovasi lain yang berkembang adalah pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular. Desa Kemantren di Mojokerto adalah contoh menarik karena memiliki BUMDes pengolahan limbah yang menghasilkan produk daur ulang seperti sandal dan kerajinan tangan . Inovasi ini tidak hanya mengatasi masalah lingkungan, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan dan menciptakan sumber pendapatan alternatif. Meskipun demikian, keberhasilan inovasi semacam ini sangat bergantung pada kemampuan desa untuk mengakses pasar dan memberikan pelatihan kepada tenaga kerjanya. Jika pasar tidak terserap atau kualitas produk tidak terjaga, maka inisiatif semacam ini mungkin tidak berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun