Dalam sistem perpajakan modern, penagihan utang pajak memegang peran penting sebagai jembatan antara kepatuhan sukarela dan penegakan hukum negara. Tidak semua Wajib Pajak (WP) melaksanakan kewajiban perpajakannya secara tepat waktu, sehingga negara perlu hadir melalui mekanisme yang sah dan terukur. Diskursus mengenai penagihan pajak tidak hanya menyangkut aspek teknis-administratif, tetapi juga mengandung nilai etika, kepastian hukum, dan keadilan fiskalÂ
Apa Itu Penagihan Utang Pajak?
Penagihan utang pajak merujuk pada upaya hukum yang dilakukan oleh otoritas pajak---dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP)---untuk memaksa Wajib Pajak melunasi kewajiban pajaknya yang telah jatuh tempo dan belum dibayar. Ketentuan mengenai penagihan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, sebagai instrumen hukum yang memperkuat otoritas negara dalam memungut penerimaan negara.
Secara umum, proses penagihan terbagi menjadi dua pendekatan:
Penagihan pasif: pendekatan persuasif melalui surat imbauan, surat teguran, atau pemberitahuan tagihan pajak.
Penagihan aktif: berupa langkah-langkah hukum seperti penyitaan aset, pelelangan, hingga pencegahan dan penyanderaan (gijzeling).
Menurut DJP (2023), penagihan utang pajak bertujuan untuk memastikan setiap sen penerimaan yang menjadi hak negara bisa dihimpun demi pembiayaan pembangunan nasional.
Mengapa Penagihan Pajak Itu Penting?
1. Menegakkan Kepatuhan dan Wibawa Negara
Tanpa mekanisme penagihan yang efektif, kepatuhan pajak hanya akan menjadi angan. Penegakan hukum perpajakan memberi sinyal kuat bahwa negara hadir untuk menjamin keadilan fiskal. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.
2. Menjaga Keberlangsungan Fiskal