Mohon tunggu...
Ana
Ana Mohon Tunggu... Lainnya - Perangkai kata

Menemani anak salah satunya juga mengajarkan bersikap sebagai manusia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pilihan Orangtua

15 November 2020   05:23 Diperbarui: 15 November 2020   05:52 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak perlu teriak atau mengabari orang lain, perihal bahagia atau tidak. Karena ... kau tahu? Orang lain mungkin saja tidak peduli atau bisa jadi dengki.Manusiawi, 'kan?

"Bagaimana dengan kesedihan?" ucap Rasyid saat itu. Senin seminggu yang lalu. Saat itu kami duduk menghadap laut lepas di siang yang terik.

"Untuk apa juga cerita kesedihan? Minta dikasihani?" Kujawab lagi pertanyaan itu dengan pertanyaan.

Lelah setelah mencari kerang dan kepiting soka di pantai membawa kami berdua istirahat di bawah rimbun bakau. Akarnya yang kokoh dan rapat sanggup menahan pijakan kaki kami.

Kupandang laut lepas. Sudah tiga puluh tahun aku tinggal di kampung nelayan ini. Tak ada kesulitan di sini. Hanya saja ... apa aku punya mimpi?

Maksudku mimpi yang bikin aku bahagia lebih dari saat ini?

***

Tak aku pungkuri, usiaku saat ini 12.500 hari, dari sejak aku dilahirkan. Pastinya Ibu sudah memikirkan kapan beliau akan menimang seorang cucu. Tapi, kemana harus kucari seorang wanita yang ingin mendampingi hidupku.

Aku adalah pria yang sangat sederhana hanya bermodalkan ijazah lulusan tahfidz selepas Aliyah III. Mata pencaharianku hanya supplier kepiting soka kecil-kecilan.

Untuk meminang seorang wanita, minimal aku punya janji agar pendampingku bisa berharap dapat hidup berkecukupan denganku. Sayangnya ... tidak ada satupun yang bisa kujanjikan.

Selesai memanen kepiting dari tambak di hutan bakau. Segera kurapikan ikatannya dengan gedebok pisang yang sudah dikeringkan. Karena sorenya sudah harus diantar ke beberapa resto dan rumah makan seputar lingkar luar dari perbatasan kampungku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun