"Allahuakbar Allahuakbar Laillahaillalah"Â suara azan magrib terdengar dari gubuk yang ditempati Marlina. Setelah menunggu hampir setengah jam suara azan tak kunjung muncul keluar dari pengeras suara surau yang hanya sepuluh langka dar gubuk Inna.
Tampak di kejauhan janganlah suara azan, balon lampu di beranda pun belum di sulut cahaya. Sehingga tampak angker dilihat...atap surau dengan bahan seng itu pun nampak tua dan lama tak di jama tangan warga.
Setelah melihat orang tak kunjung datang ke surau, aku memberanikan diri mengangkat kaki menuju surau seorang diri.
Sesampai di beranda surau kaki terasa menginjak sesuatu yang lembut "ah ampun!" ketus ku dalam hati setelah tau yang ku injak ialah kotoran kambing.
Seketika itu ku edarkan mata ke seluruh lantai di beranda surau dalam kegelapan, nampak kotoran kambing bersileweran memunuhi beranda.
Setelah membersihkan kaki, aku kembali masuk ke dalam surau, "sepertinya di dalam sini tak ada kotoran kambing lagi" benak ku  menyangka saat aku masuk ke dalam ruangan yang masih gelap.
 Kupandangi seluruh ruangan itu, mencari-cari stop kontak lampu. Pandanganku berhenti di dinding pintu masuk tepat di sebelahku berdiri.
Saat lampu sudah disulut seluruhnya aku menjadi terkejut menatap seisi ruangan surau. Kotoran-kotoran cicak di mana-mana, langait-langit surau dengan bahan tripleks berkelupas bergantungan seperi tidak hendak mau di rawat.
Hendak ku menghidupkan mike untuk azan tetapi perasaan mengatakan "suara azan dari surau di tempat lain telah berlalu, lebih baik aku azan tanpa pengeras suara".
Sebenarnya ini pertama kali aku azan di surau, karena sebelumnya di kampung halaman tidak pernah sedikit pun ada pada ku keberanian untuk melaksanakan azan karena tau suara ku tidak enak di dengar dan takut di tertawakan warga.
Selesai ba'dah magrib ku pandangi sekali lagi seluruh ruangan suarau, tak ada orang lain hanya aku seorang di surau, tempat perempuan hanya di batasi dengan papan terbuat dari tripleks setinggi perut juga ikut kosong.