Mohon tunggu...
Heryantoro
Heryantoro Mohon Tunggu... Mengabdi bagimu negeri

Bekerja pada Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Pernah belajar pada SMA 34 Pondok Labu Jakarta, pernah kuliah pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Tulisan artikel ini hanya semata untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembaca, hanya merupakan opini pribadi berdasarkan pengetahuan/peraturan yang ada. Bukan merupakan kebijakan instansi di mana penulis bekerja, dan dalam penyajiannya tidak sempurna. Mohon koreksi / masukan jika dalam konten terdapat hal yang kurang tepat. Terimakasih Wasalam .

Selanjutnya

Tutup

Money

Penjualan Barang Melalui Lelang

17 November 2016   11:50 Diperbarui: 15 Agustus 2018   10:30 3206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengertian yang paling umum bahwa “Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang”.  Salah satu yang membedakan lelang dengan penjualan biasa adalah pengumuman lelang untuk mengumpulkan calon pembeli sebanyak-banyakya. Untuk "barang" dalam hal ini adalah "Segala sesuatu yang bisa dijual atau hak yang dapat dijual", jadi dalam hal ini termasuk tapi tidak terbatas pada tanah, bangunan, kendaraan, mesin-mesin, barang-barang scrapt.

Sehingga yang dijual secara lelang dalam hal ini adalah barang bukan pekerjaan (tender proyek), namun dalam sehari-hari orang lebih mengenal lelang tender proyek pekerjaan dibandingkan dengan lelang barang. Lelang barang seiring perjalanan waktu mulai dikenal oleh masyarakat karena sosialisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu RI.

Sejarah lelang di Indonesia dimulai ketika pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan peraturan tentang Lelang yaitu Staatsblad 1908 No.189 tentang Vendu Reglement, ini merupakan peraturan tertinggi untuk Lelang hingga saat ini sehingga Vendu Reglement dianggap sebagai Undang-Undang Lelang. Dalam prakteknya penjualan barang melalui lelang ini sudah dilaksanakan jauh sebelum tahun 1908 ketika jaman VOC. Setelah dikeluarkannya Staatsblad 1908 No.189 tentang Vendu Reglement dibentuklah Inspeksi Lelang yang berada di bawah Menteri Keuangan (Direktuur van Financient). Selanjutnya dibentuklah Inspeksi Keuangan (Direktorat Jenderal Pajak) yang di bawahnya terdapat unit Kantor Lelang Negeri (Vendu Kantoren) yang antara lain berada di Jakarta (Batavia), Bandung, Cirebon, Semarang, Jogyakarta, Surabaya, Makassar, Banda Aceh, Medan, Palembang.

Dalam perkembangannya, Kantor Lelang Negeri ini berubah nama menjadi Kantor Lelang Negara pada tahun 1970. Namun kemudian, yang semula di bawah Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 1990 diintegrasikan dengan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) yang kemudian pada tahun 1991 badan ini berubah nama lagi menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Dalam perkembangannya BUPLN ini berubah nama menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) pada tahun 2000, dan terakhir berubah nama lagi menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada tahun 2006.

lelang2-59a02b7004ca242b0e519284.jpg
lelang2-59a02b7004ca242b0e519284.jpg
Orang yang diberi kewenangan untuk melaksanakan lelang disebut "Pejabat Lelang", terkait dengan Pejabat Lelang ini pada tahun 1919 Gubernur Jenderal Nederlansch Indie mengangkat Pejabat Lelang KelasII (Vendumesteer Klas II) yang pada waktu itu dijabat oleh Pejabat Notaris setempat untuk menjangkau daerah-daerah yang belum ada Kantor Lelang Negeri. Salah satu yang membedakan penjualan lelang dan konvensional adalah dilakukan oleh pejabat lelang. Jika terdapat proses penjualan barang dengan cara lelang namun "tidak dilakukan Pejabat Lelang", maka tidak termasuk penjualan lelang dalam pembahasan ini. Seiring dengan meningkatnya permintaan lelang, jabatan itu ditingkatkan dari Pejabat Lelang Kelas II menjadi Pejabat Lelang Kelas I. Istilah Pejabat Lelang digunakan hingga saat ini, namun pada masa dulunya jabatan ini lebih dikenal dengan nama Vendumesteer. Untuk saat ini pejabat lelang terdiri dari Pejabat Lelang Kelas I yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI, dan Pejabat Lelang Kelas II yang merupakan pejabat lelang swasta yang diangkat oleh Menteri Keuangan yang hanya memiliki kewenangan lelang noneksekusi sukarela. Peranan Pejabat Lelang Kelas II untuk lelang sukarela ini menjadi sangat penting untuk saat ini, karena permintaan untuk lelang sukarela ini juga semakin banyak dan masyarakat sudah semakin banyak yang tau tentang penjualan barang secara lelang. Namun secara umum barang yang dilelang saat ini, khususnya yang dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas I merupakan barang eksekusi yaitu barang wajib dilelang karena ketentuan perundang-undangan atau putusan pengadilan, jadi dalam hal ini barang dijual secara lelang karena memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Penjualan barang secara lelang yang "tidak dilakukan oleh pejabat lelang", bukan masuk kategori lelang yang sesungguhnya. Untuk Pejabat Lelang Kelas I,  kedepannya akan dijadikan Jabatan Fungsional tersendiri sehingga untuk kenaikan pangkat tunduk pada akumulasi angka kredit. Selain itu, pengawasan dan penegakan kode etik juga sangat penting jika nanti benar-benar menjadi jabatan fungsional, hal ini untuk memperkecil potensi resiko hukum yang mungkin saja bisa terjadi ketika menjalankan tugas pelaksanaan lelang. Sehingga perlindungan hukum secara maksimal sangat diperlukan terkait tugas yang dilakukan oleh Pejabat Lelang, karena sangat rawan terhadap gugatan baik itu secara perdata maupun pidana.

Penjualan barang melalui lelang juga bisa dilaksanakan secara sukarela bukan karena hal yang wajib, sehingga penjualan barang melalui lelang merupakan "alternatif" yang bisa dilakukan selain penjualan secara konvensional. Dengan demikian "eksebisi" lelang secara sukarela merupakan salah satu potensi penjualan barang melalui lelang. Penjualan barang dengan lelang juga merupakan cara yang unik (berbeda), sehingga penjualan barang milik artis terkenal , pejabat pemerintah, publik figure, atau barang antik seperti benda kuno sangat efektif jika dijual secara lelang. Penjualan barang melalui lelang juga bisa dimanfaatkan sebagai media penggalangan dana (sosial), khususnya barang milik publik figure/ pejabat pemerintah yang sudah tak terpakai lagi hasilnya bisa digunakan untuk kegiatan amal sosial. Sehingga lelang bisa dijadikan alternatif untuk pilihan transaksi jual beli barang bagi masyarakat, karena memiliki prosedur yang jelas dan transparan apalagi dengan adanya lelang tanpa kehadiran via internet. Secara ringkas dalam hal ini, penjualan barang melalui lelang dapat dilakukan karena hal yang wajib (eksekusi) maupun hal yang sukarela (noneksekusi). Khusus untuk barang berupa tanah dan atau bangunan  maka secara syarat administratif salah satunya harus dilengkapi dengan SKT/SKPT dari Kantor Pertanahan setempat, sehingga secara biaya pembuatan SKT/SKPT harus bisa dipastikan berapa besarannya agar tidak membebani pemohon lelang. Kepastian waktu (lamanya) penerbitan SKT/SKPT juga merupakan salah satu penghambat dalam proses pelaksanaan lelang sehingga perlu dicarikan upaya solusi nya. Sementara itu, tempat pelaksanaan lelang harus berada di wilayah kerja KPKNL atau wilayah kerja Pejabat Lelang Kelas II di mana barang berada. Pada masa sebelumnya khusus untuk barang bergerak, lelang dilaksanakan di lokasi di mana barang bergerak yang akan dilelang berada, namun sekarang tempat lelang mengacu pada wilayah kerja KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II di mana barang berada, baik itu untuk barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Lebih lanjut untuk barang bergerak dengan limit (nilai minimal) di atas Rp 1Milyar maka penjual wajib mengadakan aanwizing yaitu memberi kesempatan kepada para calon peserta lelang untuk melihat barang. Jika calon peserta lelang tidak mengkuti aanwizing ini maka dianggap telah mengetahui kondisi barang.

lelang3-59a02b839648902eee69c772.jpg
lelang3-59a02b839648902eee69c772.jpg
Salah satu ciri penjualan secara lelang adalah adanya pengumuman, baik itu pengumuman melalui selebaran, melalui koran, maupun melalui media elektronik. Pengumuman lelang harus diterbitkan pada hari kerja KPKNL sehingga tidak dilakukan di hari libur, kecuali untuk barang sitaan sesuai pasal 45 KUHP yang mana mudah sekali untuk rusak/busuk. Memasuki trend era digitalisasi dari media cetak ke media online seperti saat ini maka perlu pembaharuan tentang tatacara pengumuman lelang agar lebih efektif dan efisien. Untuk modernisasi penjualan barang melalui lelang, saat ini sudah ada lelang dengan penawaran secara elektronik atau yang disebut dengan e-auction. Meskipun dalam perlakuan pengumuman melalui media internet, yang mana kriteria nya belum secara detail media internet seperti apa, namun lelang e-auction merupakan terobosan modernisasi dan digitalisasi lelang yang sudah mulai dikenalkan kepada masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan salah satunya dapat melakukan penawaran lelang tanpa kehadiran peserta lelang. Harga yang terbentuk dari e-auction ini kemungkinan juga bisa tinggi (lebih baik) terhadap nilai limit dibandingkan dengan lelang secara konvensional, ini terjadi karena tingkat persaingan akan semakin baik dengan menggunakan lelang e-auction dibandingkan dengan lelang konvensional yang cenderung persaingan harganya lebih terbatas sehingga harga yang terbentuk juga cenderung rendah. Lelang dengan e-auction juga memberikan kenyamanan lebih bagi peserta lelang karena tidak akan direcoki oleh mafia lelang. Potensi fraud untuk mengkondisikan siapa pemenang lelang juga semakin kecil terjadi jika lelang dilakukan secara online. Bagi peserta lelang yang relatif baru atau belum pernah ikut lelang, maka lelang e-auction akan lebih memberikan kebebasan dalam menawar barang yang dilelang tanpa gangguan. Kegaduhan ekstrim akibat protes dari peserta lelang yang sengaja membuat gaduh dalam lelang konvensional seringkali terjadi, bagi peserta lelang yang masih baru kondisi demikian dirasakan menjadi kurang nyaman sehingga lelang e-auction sebenarnya dirasakan lebih baik bagi para peserta lelang khususnya bagi  yang belum pernah ikut lelang. Digitalisasi proses lelang merupakan era baru penjualan barang secara lelang yang saat ini sedang dikembangkan dan terus berlanjut sehingga menjadi salah satu layanan unggulan untuk menjadi metode penjualan yang handal dan terpercaya.

Lelang dengan cara ini memiliki keunggulan dibandingkan lelang konvensional yaitu tanpa kehadiran peserta bisa menawar melalui komputer maupun gadget, lebih efisien karena tak perlu menyediakan tempat khusus, juga menjangkau peminat yang lebih luas. Sehingga dalam era digitalisasi seperti saat ini, lelang e-auction sangat sesuai untuk diterapkan, lebih praktis, menggapai peserta lelang yang lebih banyak. Lelang melalui e-auction juga dapat memperkecil potensi modus penipuan terkait lelang yang mengatasnamakan pejabat DJKN untuk janji memenangkan lelang, karena semua proses dilakukan secara online. Meskipun penipuan juga dimungkinkan melalui media online yang ada, dengan banyaknya sosial media yang ada saat ini masih mungkin terjadi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Untuk penyempurnaan e-auction hanya perlu  memperbaiki system aplikasi yang sudah ada sehingga lebih familiar untuk masyarakat pengguna lelang. Selain itu keamanan terhadap database dan keamanan transaksi harus terus ditingkatkan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kendala koneksi internet sebenarnya tidak terlalu bermasalah karena pada kondisi tertentu jika terjadi jaringan internet yang kurang baik, maka pejabat lelang dapat memperpanjang waktu penawaran dari yang sudah terjadwal. Namun untuk tujuan eksebisi (show), maka "lelang konvensional" sekali-sekali bisa ditampilkan kepada masyarakat, untuk bisa diketahui seni dan proses lelang.

Untuk mengikuti lelang peserta lelang wajib menyetor uang jaminan, yaitu  sejumlah uang yang disetor kepada Bendahara Penerimaan KPKNL(Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) atau Balai Lelang atau Pejabat Lelang oleh calon Peserta Lelang sebelum pelaksanaan lelang sebagai syarat menjadi Peserta Lelang. Uang jaminan ini hanya berlaku untuk satu barang atau satu paket barang yang ditawarkan, sehingga dalam hal ini peserta lelang harus menyetor uang jaminan secara cermat. Dikecualikan untuk uang jaminan lelang ini tidak perlu, khusus untuk lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama, atau lelang noneksekusi sukarela barang bergerak. Besarnya uang jaminan ini ditentukan paling sedikit 20% dari nilai limit dan paling banyak 50% dari nilai limit.

lelang4-59a02b93a25c5f52f37ce884.jpg
lelang4-59a02b93a25c5f52f37ce884.jpg

Dalam hal ini, uang jaminan bisa disetor melalui rekening maupun secara tunai, untuk secara tunai ada batasan maksimal jumlah yaitu paling banyak Rp20 juta sehingga jika lebih dari itu diwajibkan setor melalui rekening bendahara. Jumlah uang jaminan yang disetor juga harus sesuai dengan yang disyaratkan, tidak boleh kurang atau tidak boleh lebih. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dan perlakuan yang sama bagi peserta lelang bahwa jumlah yang disetor telah sesuai. Prinsip mengenal pengguna jasa (pembeli) sangat penting, khususnya dalam mengelola transaksi lelang dengan nilai yang cukup besar minimal Rp 100 juta yang meliputi identifikasi  pengguna jasa, verifikasi pengguna jasa, dan pemantauan transaksi lelang. Sehingga sangat penting diperhatikan bagi Pejabat Lelang dan petugas terkait untuk menyempurnakan pelayanan pra lelang maupun pasca lelang untuk mengurangi resiko hukum yang mungkin saja terjadi dari pelaksanaan penjualan barang secara lelang. Prosedur lelang yang dipatuhi secara cermat dapat memperkecil potensi resiko hukum, khususnya meniadakan potensi gugatan dari pihak yang merasa keberatan dengan proses lelang. Syarat legalitas subyek dan objek lelang yang tidak sempurna kadang jadi sasaran gugatan oleh pihak yang tidak puas dengan proses lelang, sehingga bagi pejabat lelang harus hati- hati dalam memverifikasi berkas lelang. Syarat dan prosedure pengumuman lelang serta penentuan harga limit yang tidak sempurna, kadang juga masih menjadi sasaran objek gugatan oleh mereka yang tidak puas dengan proses lelang. Mitigasi resiko untuk proses lelang harus dilakukan untuk mengurangi potensi resiko hukum, apalagi jika potensi resiko tersebut dikait-kaitkan dengan "penyalahgunaan wewenang". Sebagian gugatan atas proses lelang ini memiliki "modus" untuk menghambat proses balik nama sertifikat yang dilakukan oleh si pembeli lelang di BPN, sehingga proses balik nama menjadi terkatung-katung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun