Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Darsam, Sang Blater Madura di "Bumi Manusia"

4 September 2019   20:52 Diperbarui: 4 September 2019   20:54 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Darsam dan Minke di sampul buku Fotografi dari Film Bumi Manusia. Dok pribadi

Dalam Film Bumi Manusia setidaknya ada tiga tokoh sentral --menurut saya- yang saling berkelindan. Mereka adalah Minke (Iqbaal Ramadhan), Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti), dan Annelies Mellema (Mawar Eva de Jongh) yang mempunyai peran dan karakter yang sama-sama kuat.

Tetapi jika lebih jeli ada tokoh yang boleh dibilang "spesial", dalam arti ia begitu unik. Darsam (Whani Darmawan) namanya.

Hanung Bramantyo sebagai sutradara cukup piawai dalam mengemas film sehingga terlihat  begitu otentik. Sebagai contoh adalah penggunaan bahasa selama film berlangsung. Bagi orang kolonial (Belanda) menggunakan bahasa asalnya. Sedangkan kaum pribumi, bahasa Jawa tak ditinggalkan walaupun terselip bahasa Indonesia.

Di antara dialog beberapa bahasa tersebut, Darsam begitu konsisten menggunakan bahasa ibunya, Madura. Hampir semua dialog yang digunakan Darsam menggunakan bahasa Madura, bahkan ketika diintrogasi oleh polisi sekalipun.

Peran Darsam boleh dibilang penting  bagi keluarga Herman Mellema (Peter Sterk) dengan Nyai Ontosoroh sebagai istri  dan dua anaknya.

Posisi Darsam begitu besar. Ia bukan "pembantu"  biasa. Istilah -posisi Darsam- sebagai pengawal atau pun ajudan justru lebih tepat dengan merangkap sebagai kusir. 

Kesetiaan Darsam tak diragukan. Ketika Nyai Ontorosoh dikecam warga di pengadian, Darsam lah yang membela dan melindunginya. Begitupun dalam mengawal Minke agar aman dari pembunuh bayaran yang mengincarnya.

Darsam jelas orang Madura. Entah langsung datang dari Pulau Madura, ataupun pendatang yang sudah lama berdiam di Pulau Jawa. Dan itu menjadi hal yang lumrah. 

Apalagi di daerah tapal kuda suku Madura begitu dominan. Darsam bisa mewakili  sebagai "pendekar", seperti  juga legenda Sakerah tokoh Madura dari Pasuruhan.

Darsam dari kalangan blater?

Bisa menjadi "pengawal" keluarga yang berkuasa tentu bukanlah orang sembarangan. Kuat secara fisik jelas diperlukan. Kemampuan bela diri dan keberanian tentu menjadi modal dasarnya. Dan Darsam memenuhi kriteria tersebut.

Tipikal seperti Darsam tersebut dalam kalangan orang Madura bisa disebut dengan blater. Suatu kalangan yang istilah lain bisa disebut pendekar, jawara, ataupun istilah yang bernuansa konotatif: preman, centeng, tukang pukul.

Di kawasan Madura, blater memiliki pengaruh yang begitu kuat di stuktur masyarakat di samping peran kyai. Keduanya memiliki "wilayah" masing-masing yang tidak saling bersinggungan. Maka pada kawasan tertentu, ada "penguasa" yang blater memiliki peranan penting. Setidaknya untuk menjaga keamanan wilayah.

Walaupun Darsam dan blater lainnya berkecimpung dengan dunia kekerasan bahkan "hitam" sekalipun, bukan berarti hatinya tidak baik.

Seperti Darsam yang membela Nyai Ontosoroh bukan sekadar karena majikannya. Tetapi lebih membela karena ketidakadilan dari pihak kolonial. Tidak itu saja ia pun menggerakkan warga dalam perjuangan itu.

Dalam Bumi Manusia diceritakan perjuangan Minke dan Nyai Ontosoroh dalam menuntut keadilan. Perjuangan yang sudah semestinya dan adu argumen di pengadilan. 

Namun dalam perjuangan tentu tak akan lepas dengan kekerasan (terutama pada fisik). Dan inilah pentingnya keberadaan Darsam sebagai peran yang semestinya, dan itu memang dunianya.

Kepiawaian Pramoedya Ananta Toer dan Hanung
Walaupun Bumi Manusia tergolong kisah fiktif, patut diacugi jempol  kepada Pram yang mengemas cerita begitu nyata. Pram begitu detail dalam mengilustrasikan situasi dan kondisi sesuai dengan konteks masa itu.

Pram begitu jeli dengan keberadaan blater yang di tokohkan Darsam. Bahwa di Surabaya pada waktu itu tidak saja berkutat pada kalangan orang kulit putih, Tionghoa, dan pribumi yang diwakili dari Jawa. Ada realitas lain yang perlu dikemukakan bahwa ada sosok blater dari kalangan Madura yang punya pengaruh.

Selain itu patut diapresiasi pula kepada Hanung selaku stradara yang mampu menvisualisasikan novel ke film dengan baik.  Sosok Darsam digambarkan apa adanya dengan berbahasa Madura selama lakon dalam film. Maka dengan demikian semua penonton akan maklum dari dan suku apa Darsam itu berasal.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan. Film yang berdurasi tiga jam ini tidak saja menyajikan perjuangan melawan kolonial. Bahwa ada sosok lain seperti Darsam yang tidak terlupakan.

Secara sosiologis di Surabaya khususnya begitu majemuk, tidak hanya dari Jawa saja. Ada bagian dari Madura yang diikutsertakan, sehingga novel dan filmnya begitu berwarna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun