Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jika Kesuksesan Masih Sulit Diraih, Coba Lakukan Ini

3 November 2020   18:33 Diperbarui: 3 November 2020   18:49 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu-satunya kata yang masih saya ingat sampai sekarang dari tulisan Ajahn Brahm dalam buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya adalah "diam". Ya, kata diam! Namun, saya lupa pada buku jilid berapa kata tersebut muncul, karena buku tersebut ada tiga seri. Saat menulis artikel ini, tak usahlah saya mencari-cari di buku keberapa, karena bukan itu maksud saya membuat tulisan ringkas nan sederhana ini.

"Diam" dalam suatu kisah kecil sarat makna yang ditulis Ajahn Brahm merujuk pada manusia yang sudah tak bisa berbuat apa-apa ketika menghadapi suatu persoalan. Apa yang kita lakukan jika kita tidak tahu solusi dari sebuah masalah yang sedang mendera kita? Diam saja!

Beberapa tahun lalu saat saya membaca tulisan tersebut maka saya pun terdiam. Ada kesadaran dalam diri saya bahwa selama ini saya ingin terus bergerak, memecahkan banyak persoalan, dan seakan berdiam diri saja bukan suatu tindakan yang bijak.

Mengapa Ajahn Brahm mengatakan, "Diam saja." Dalam tulisan tersebut ia melanjutkan, dan kira-kira begini jika saya tuliskan, "Biarlah Tuhan yang bekerja memecahkan persoalanmu." Sebenarnya ini bukanlah pemahaman yang baru, namun kadang kita lupa ada ruang rohani yang kita tinggalkan, dan seakan kita mampu menyelesaikan semua persoalan.

Ketika pada suatu momen tak satu pun jalan keluar muncul, kita mudah mengeluh, pasrah, bahkan putus asa. Padahal, dalam saat-saat seperti itu, ada kekuatan luar biasa dari Sang Pemberi Hidup yang menyelesaikan persoalan yang kita alami. Hanya diam saja, dan percaya, maka hati kita pun akan terasa tenang meski badai kehidupan sedang aktif mengguncangkan sendi-sendi kekuatan diri.

Sampai sore ini tulisan Ajahn Brahm tentang energi diam tersebut masih saya ingat dan menginspirasi saya jika ada persoalan yang belum terselesaikan. Ketenangan batin setidaknya bisa saya rasakan ketika saya berada dalam situasi paling sulit dalam sebuah penggalan kehidupan yang saya jalani.

Nah, jika saya merasa kesuksesan masih terasa sulit diraih, dan seakan tak ada jalan yang dapat ditempuh, maka diam saja sejenak. Contoh mudahnya adalah situasi sulit di masa pandemi ini. Banyak rencana untuk meraih sukses tertunda bahkan gagal sama sekali. Banyak proyek hilang musnah atau sudah tidak ada lagi fasilitas-fasilitas yang memudahkan kita meraih keberhasilan.

Diam dan percaya menjadi dua kata dahsyat untuk menenangkan batin, menguatkan mental, dan menjernihkan pikiran. Terima saja situasi pandemi yang merepotkan ini dengan diam yang menggerakkan penyadaran bahwa ada kekuatan luar biasa yang sedang bekerja; untuk kebaikan dan keselamatan kita.

Saya melakukan diam itu. Saya tidak mencari celah-celah baru agar bisa mengganti pekerjaan yang hilang tertelan corona. Saya juga tidak memaksakan diri untuk berekspresi berlebihan dan membuat karya yang biasanya saya lakukan sebelum Covid-19. Dengan kata lain, sekali lagi, saya diam saja.

Anda percaya atau tidak silakan, dalam diam itu, dalam situasi percaya itu, saya tetap mendapatkan rezeki. Itulah yang sesuai daya tangkap saya, bahwa diam yang dimaksud Ajahn Brahm, bukan diam yang sekadar diam. Namun, diam yang di dalamnya ada ruang religi, pasrah dan percaya sepenuhnya pada kekuatan Ilahi.

Satu hal lagi yang bisa saya sampaikan. Dalam proses diam karena merasa kesuksesan atau impian terhebat masih sulit diraih, manfaatkan waktu untuk menunggu. Saya dan mungkin Anda bisa mengatakan, "Tunggu saja pandemi ini pergi dan kita kembali beraktivitas dengan kreatif, cerdas, dan tekun."

Menunggu, bagi saya, juga merupakan bagian dari jalan kesuksesan. Contoh sederhana, menunggu naskah yang dikirim ke penerbit, saya jalani dengan menulis naskah baru, begitu seterusnya. Produktivitas berkarya pun menjadi kabar baik di masa menunggu itu.

Menulis artikel yang sebelum wabah Covid-19 hampir tidak saya lakukan dengan produktif maka saat ini sebaliknya. Saya menulis lebih banyak naskah pendek seperti ini dan menghiasi halaman Kompasiana, yang sudah lebih dulu ramai dengan beragam karya para penulis hebat.

Itulah seninya menunggu. Saya semakin yakin bahwa ketika impian atau keinginan sukses saya masih terasa sulit diraih di masa kini, saya cukup diam dan menunggu. Rezeki tetap ada karena kita percaya. Karya demi karya juga tetap ada, padahal itu belum pernah saya rencanakan sebelumnya. Di situlah saya yakin kekuatan luar biasa dari Sang Pencipta menggerakkan hati dan pikiran saya untuk melakukan hal lain, yang tetap bermakna.

Jika Anda sedang mengalami masalah terberat dalam hidup, seperti yang juga pernah atau sedang saya alami, cobalah diam dan menunggu. Itu jika Anda percaya. Jika tidak, jangan lakukan, karena diam dan menunggu bisa menjadi siksaan batin yang teramat dalam jika kita tidak percaya melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun