Mohon tunggu...
Rahmat HerryPrasetyo
Rahmat HerryPrasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis lepas dan editor freelance.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Validasi, Verifikasi, dan Identitas Diri, Untuk Apa?

4 Oktober 2020   14:31 Diperbarui: 4 Oktober 2020   14:38 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via kompasiana.com

Beberapa bulan lalu saya membaca berita, Universitas Gadjah Mada (UGM) menduduki peringkat 1 di Indonesia dan peringkat 254 dunia. Kompas.com juga memberitakan hal tersebut, 10 Juni 2020. Saya senang dan bangga UGM menjadi kampus terbaik. Itu karena saya pernah kuliah empat tahun di UGM, tepatnya di Fakultas Sastra Jurusan Bahasa Indonesia.

Apa makna tersirat yang Anda baca pada paragraf pertama? Ups, maaf, ini bukan materi pelajaran bahasa Indonesia, yang topik bahasannya adalah membaca teks dan menjawab pertanyaan sesuai dengan isi teksnya. Setidaknya, saya sedang menunjukkan identitas diri saya, sekilas. Sekelumit saja, namun Anda sudah punya kesan pertama terhadap diri saya.

Kesan yang Anda tangkap, barangkali adalah saya sedang menyombongkan diri bahwa saya adalah lulusan UGM. Tapi bukan itu tujuan saya. Memperlihatkan identitas, meski sekilas, sangat penting. Setidaknya sebagai pembuka bahwa kita memiliki latar belakang yang tak bisa dianggap remeh.

Beberapa hari lalu saya ikut meeting virtual dan pesertanya dari beragam latar belakang. Ada yang berprofesi sebagai guru, penulis, editor, ilustrator, desain grafis, dan dari unsur pejabat suatu kementerian. Di dalam rapat tersebut ditampilkan pula beberapa pembicara (narasumber) yang membekali peserta meeting dengan pengetahuan atau wawasan tertentu.

Apa yang dilakukan para pembicara tersebut sebelum memberikan paparan? Memperkenalkan diri! Apa isi perkenalan tersebut? Pertama, mereka menyebut nama. Kedua, mereka menjelaskan dari mana mereka berasal, termasuk latar belakang keilmuan yang mereka kuasai. Ketiga, para pembicara tersebut menceritakan apa saja yang telah dilakukan, yang berkaitan dengan topik yang akan mereka paparkan.

Para peserta rapat menjadi tahu bahwa para pembicara tersebut memang berkompeten atau ahli di bidangnya. Saya dan peserta meeting mengenal para pembicara atau narasumber tersebut dari identitas diri mereka, yang mereka tunjukkan dengan perkenalan sebelum sesi pemaparan makalah.

Di sini kita sepakat bahwa identitas diri sangat penting! Saya bisa mengungkapkan dengan ungkapan ini, "Tunjukkan dirimu, apalagi jika identitas diri itu dibutuhkan dalam suatu pekerjaan."

Pekerjaan saya saat ini menulis dan menjadi editor lepas, kantornya di rumah saja. Ketika saya mengatakan bahwa saya pernah bekerja di penerbitan pers, juga sudah menghasilkan banyak buku, dan sering menyunting naskah dari beberapa penerbit ternama, itu tidak saya tujukan untuk menyombongkan diri.

Anda menjadi mengenal saya, dari latar belakang studi saya di UGM khususnya Fakultas Sastra Jurusan Bahasa Indonesia, dan dari beberapa pengalaman saya di dunia kepenulisan dan kepenyuntingan. Ketika saya menilai suatu karya tulis itu bermutu atau tidak, setidaknya Anda tidak meremehkan saya, karena saya punya kompetensi di bidang tersebut.

Dalam meeting virtual dengan beragam profesi beberapa hari lalu dan akan berlanjut di hari-hari berikutnya, profesi apa yang tercantum dalam lembar absensi dan biodata saya? Praktisi perbukuan!

Itulah sekilas identitas diri. Menunjukkan siapa diri kita, apa kemampuan kita, termasuk latar belakang pendidikan, sangat penting ketika kita memang sedang mengerjakan suatu proyek yang membutuhkan pengakuan. Orang tidak akan sembarangan meminta kita bekerja sama, dan membutuhkan informasi berkaitan dengan identitas diri.

Itu juga yang dilakukan Kompasiana. Ada proses validasi dan verifikasi, diawali dengan menunjukkan identitas diri masing-masing penulis. Bukti identitas diri yang paling populer adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP). Setelah melalui pemeriksaan KTP dan dinyatakan valid maka saya lolos validasi di Kompasiana. Ini hanya tambahan contoh bahwa identitas diri sangat penting!

Jika Anda tahu identitas diri saya, baik itu dari segi keilmuan maupun pengalaman kerja, maka ketika saya mengkritik suatu artikel atau tulisan, Anda tidak meragukannya. Berbeda halnya jika saya tidak punya latar belakang kepenulisan atau keilmuan yang cukup maka Anda akan mudah meremehkan, bahkan mencaci maki saya. Anda bisa menuduh saya hanya berlatar belakang kebencian atau iri hati ketika tidak suka dengan suatu artikel, misalnya.

Namun, ketika Anda sudah memahami siapa diri saya, maka kritik yang saya sampaikan akan Anda perhatikan. Setidaknya, Anda tidak memandang sebelah mata, bahkan mungkin di lain kesempatan kita bisa bekerja sama dalam suatu proyek yang bermanfaat untuk banyak orang.

Hal yang penting juga kita pahami, meski sudah tervalidasi dan terverifikasi, serta punya identitas diri yang jelas, bukan berarti selamanya orang tersebut berkualitas. Saya, misalnya, meski sudah berpengalaman menulis, belum tentu setiap tulisan yang saya hasilkan bermutu.

Kualitas itu berada di ruang dinamis. Bisa bergerak naik turun, bahkan bisa lenyap jika pemiliknya menjadi malas, mudah berpuas diri, dan tidak mau mengoreksi diri sendiri. Kualitas juga bisa memudar jika pemiliknya tidak mau belajar dari banyak sumber, dan merasa benar sendiri atas ilmu yang dipunyai.

Agar bisa mempertahankan kualitas diri maka selain punya rasa bangga karena sudah berada di zona validasi atau verifikasi, juga perlu introspeksi, refleksi, dan mempertajam pemahaman agar kemampuan yang kita miliki berkembang. 

Jernihkan pula hati dan pikiran ketika menilai suatu karya orang lain, termasuk karya diri sendiri. Hindari subjektivitas berlebihan, iri hati, atau kekecewaan tak terkendali. Itu semua bisa mengerdilkan identitas yang sudah kita punya, yang sudah menjadi kebanggaan karena kita peroleh dari proses panjang dan penuh tantangan.

Terakhir yang juga perlu saya sampaikan, jangan malu menunjukkan identitas diri! Bukan untuk membuat kita jumawa, tapi setidaknya untuk membuat orang lain berpikir dua kali jika ingin meremehkan. Dengan memperlihatkan identitas diri itulah sebenarnya juga merupakan salah satu jalan kita membuka pintu rezeki. 

Salam inspirasi!  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun