Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Ngabuburit Baca Puisi

16 Maret 2025   14:08 Diperbarui: 17 Maret 2025   06:20 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pembaca/Foto:  Arief Sukardono-retouch Hermard

Apa yang kita lakukan saat menunggu berbuka puasa? Menghabiskan waktiu sambil berburu takjil? Membaca Alquran? Jalan-jalan  mencari angin?
Kalau itu mah sudah biasa. Hal  luar biasa adalah ketika para seniman, penyair, dan penyuka sastra di Yogyakarta berkumpul di Museum Sandi Yogyakarta (15/3/2025), ngabuburit sambil membaca puisi!

Lebih unik lagi, dalam acara Ngabuburit Sastra: Empat Penyair Yogya di Bulan Purnama, bukan hanya empat penyair: Umi Kulsum (guru SMP Negeri 2 Bantul), Dedet Setiadi (penyedia pasir dan batu), Cahyaningrum Dewajati (dosen FIB-UGM), dan Syam Chandra (pemilik kios mie ayam) yang tampil, tetapi juga perupa (Meuzt Prazt, Ratih Alsaira), pemerhati fashion show (Tosa Santosa), artis sinetron/teater (Nunung Rieta), Agus Suprihono (sutradara kethoprak),  dan Sri Surya Widati (mantan Bupati Bantul).

"Saya memang sengaja mengundang teman-teman untuk ngabuburit bersama sambil mendengarkan pembacaan puisi. Nunggu berbuka puasa dan berbagi kebahagiaan lewat puisi," ujar Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama.

Sementara itu Afnan, mewakili Museum Sandi Yogyakarta, menegaskan  jika Museum Sandi terbuka bagi komunitas manapun untuk bekerja sama, sejauh memiliki visi dan misi berkaitan dengan  kegiatan memajukan kebudayaan dan pendidikan.

Para pembaca/Foto:  Arief Sukardono-retouch Hermard
Para pembaca/Foto:  Arief Sukardono-retouch Hermard
Acara yang dimulai pukul empat sore itu dihadiri kurang lebih lima puluh orang penonton. Satu persatu tampil membacakan karya empat penyair Yogyakarta.

Dedet Setiadi, penyair ulang-alik Jawa Tengah-Yogyakarta, membacakan karya  berjudul "Aliran Sesat".

Kuakui
akulah penyair yang tersesat menempuh jalan bahasa
Aku terlempar ke sungai-sungai dan merangkak di gunung-gunung membaca diksi bebatuan dan tambang legal serta ilegal

Aku masuk ke pintu-pintu kontraktor bicara dengan bahasa semen, besi, dan konstruksi beton yang acap jadi bahan omon-omon dan guyonan teman-teman

Aku juga tinggal di antara tiang pancang di antara truk-truk material dan hafal dengan anyaman jejak ban-ban besar yang melewati kampung-kampung yang tergusur jalan tol yang sedang viral

Meskipun puisi yang diciptakan peraih penghargaan Prasidatama, Balai Bahasa Jawa Tengah (2022) itu terkesan datar, tetapi ada kegetiran sosial yang ditampilkan.

Puisinya menyampaikan kritik sosial terhadap pembangunan yang begitu eksploitatif, menampilkan realitas keterasingan manusia dalam dunia yang semakin mendewa-dewakan kemajuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun