Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perumahan, Internet, dan Perubahan Sosial Budaya

26 Februari 2024   15:46 Diperbarui: 27 Februari 2024   18:01 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Damainya desaku/Foto: Hermard

Ada catatan Fuad Hasan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1985-1993), yang sebaiknya selalu diingat saat membicarakan perubahan sosial budaya yang dialami masyarakat Indonesia. Ia menyatakan bahwa dalam menjalani transisi dari masyarakat tradisional-agraris menuju masyarakat modern industri, maka masyarakat Indonesia tidak akan luput dari persoalan-persoalan yang menjelma sebagai masalah-masalah mekanisasi, automatisasi, dan teknologi; di samping masalah atau sikap kita sebagai masyarakat berbudaya yang historis-kultural.

Ketika baru menempati salah satu rumah di kompleks perumahan Margomulyo Asri di sisi barat desa Pundong, Sleman, Yogyakarta, pada tahun 2001, saya sudah menduga dalam satu atau tiga tahun kedepan akan terjadi perubahan masyarakat sekitar perumahan. 

Prediksi itu karena sembilan puluh persen penghuni (ada seratus lebih rumah) berasal dan bekerja di kota, baik sebagai dokter, perawat, dosen, guru, pegawai hotel, agen pariwisata, pegawai negeri, dan profesi lainnya. 

Tentu saja kehadiran orang-orang kota ke desa (dengan berbagai macam profesi dan pekerjaan) akan berperan sebagai agent of change.

"Injih, rumiyin mergi ingkang celak sarean menika namung cekap kangge liwat sapi, tiyang angon bebek. Sareng wonten perumahan dados wiyar, sae-dulu jalan di samping makam hanya cukup untuk lewat sapi atau penggembala bebek. Setelah ada perumahan, jalan menjadi bagus dan lebar," ujar Pak Mardjoko saat tengah mengikuti "perayaan"- sebutan untuk acara gotong royong di pedesaan.

Sepotong jalan dari SD Negeri Jamblangan menuju perumahan, sepanjang enam ratus meter semula berupa jalan tanah. Pas di tikungan sisi timur terdapat makam umum dengan kondisi jalan menyempit. 

Di depan makam, sisi barat jalan, terdapat parit cukup lebar. Kalau malam penduduk takut melintas karena gelap, banyak tumbuhan liar dan beberapa pohon besar, menyebabkan suasana menjadi menyeramkan. Suatu ketika ada pengendara vespa yang nyungsep ke parit dan motor terpeleset pas di tikungan saat gerimis malam hari.

Sejak adanya perumahan, jalan diilebarkan, diaspal, dan di beberapa titik diberi lampu penerangan, sehingga masyarakat dapat melintas pada malam hari tanpa rasa was-was. Tak ketinggalan, beberapa mobil penghuni perumahan dengan nyaman melintas.

Begitu juga jalan perumahan-terbagi dalam tiga gang- diberi lampu penerangan. Gang-gang itu merupakan jalan bagi masyarakat Pundong ke wilayah Babrik, dimanfaatkan petani Pundong yang memiliki sawah di Babrik sebagai jalan pintas. 

Pak Mardjoko melintas di jalan perumahan/Foto: Hermard
Pak Mardjoko melintas di jalan perumahan/Foto: Hermard
Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya interaksi tegur sapa antara warga perumahan dengan masyarakat desa, di samping pertemuan warga perumahan dan masyarakat desa dalam acara tradisi desa, misalnya nyadran, jagongan bayi, dan nyumbang.

Persentuhan-persentuhan itu mengubah cara pandang, gaya hidup, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat desa. Tradisi rewangan dalam acara selamatan, tergantikan dengan jasa catering. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun