Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Puasa dan Jiwa Petani yang Terus Berdetak

9 April 2023   04:50 Diperbarui: 9 April 2023   06:22 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jiwa petani begitu mendarah daging dalam diri Mas Bibit (42 tahun), salah seorang penduduk Pundong, Seyegan, Sleman, Yogyakarta. Ia bekerja seperti mesin yang terus menderu tak pernah berhenti meraung. Apa pun dikerjakan: membajak sawah, menanam dan memanen padi, kacang tanah, angon bebek, memandikan sapi, memberi makan kambing, ayam, burung merpati, dan mengangkut hasil panen dengan gerobak sapi.  

Sapi Mas Bibit/Foto: Hermard
Sapi Mas Bibit/Foto: Hermard
Kesetiaan pada tradisi masyarakat desa, diperlihatkan keluarga besar Mas Bibit saat sapinya melahirkan. Istrinya, Mbak Tanti, segera membuat brokohan berupa telur ayam mentah, gula jawa, setengah tangkep, secuil kelapa, dan nasi gudangan untuk dibagikan ketetangga dekat.

"Mugi pedhete seger waras njih De -- mohon doanya semoga anak sapinya sehat waras Pakde," pinta Mbak Tanti saat menyerahkan brokohan.

Brokohan berasal dari  kata barokah (bahasa Arab), berarti mengharapkan berkah.   Memiliki makna pengungkapan rasa syukur dan  sukacita atas proses kelahiran yang berjalan lancar dan selamat. Ditinjau dari maknanya brokohan   dapat berarti mengharapkan berkah dari Yang Maha Kuasa.

Terlahir di tengah keluarga petani, lelaki pekerja keras ini paham betul cara membantu sapi melahirkan (ada 12 sapi di kandang), mengajarinya bertahan hidup. 

Jika sapi sudah dewasa, Mas Bibit mengajarinya menyusuri jalan melingkar di Sayegan.

"Awi Mas, tumut. Ngajari sapi mlampah -- Ayo Mas, ikut. Ngajari sapi mengenal jalan," ujarnya saat mengajak saya naik gerobak sapi.
Tak lama kemudian, kami sudah berada di atas gerobak sapi.

Belajar mengenal jalan/Foto: Hermard
Belajar mengenal jalan/Foto: Hermard

Mas Bibit dan Pak Mardjoko/Foto: Hermard
Mas Bibit dan Pak Mardjoko/Foto: Hermard
Mas Bibit sebagai sais (dalam tradisi Jawa disebut bajingan), dan di belakang ada ayahnya, Pak Mardjoko, yang bertindak sebagai kenek.  Pak Mardjoko selalu mengawasi situasi di belakang gerobak. Seandainya ada kendaraan roda empat yang ingin mendahului, Pak Mardjoko memberi isyarat:

"Awas ana barang gedhe!" teriak Pak Mardjoko. Seketika Mas Bibit memelankan laju gerobak sambil berusaha menepi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun