Berikutnya, kami terlibat menerbitkan  buku Yogyakarta Menjaga Kekayaan Budaya, Museum: Jendela Memaknai Peradaban Zaman, Koleksi Etnografi Museum Negeri Sonobudoyo, Seribu Candi di Sleman, Sustainable Corporation (PT Semen Gresik), MICE Jogja-Jateng, dan beberapa buku lainnya.
Kami berdua memang termasuk golongan orang nyeleneh, Â ndregil, suka bermain di luar zona nyaman. Bahkan terkadang orang menilai kami sebagai orang gendheng. Alasannya, karena kami sering mengambil keputusan di luar dugaan, tak terjangkau nalar.
Salah satu yang tak dinyana teman-teman dekat adalah saat kami dipercaya membuat buku company profile PT Pupuk Sriwidjaja dalam rangka menandai satu dasawarsa perjalanan Pusri sebagai holding company.
Tidak main-main, buku Synergy for Creating Values (PT Pupuk Sriwidjaja) diharapkan mampu mencerminkan kerja keras yang dilandasi oleh kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan upaya manajemen mengomunikasikan kiprah dan sumbangsih Pusri dalam pembangunan nasional.
Dengan begitu, tidak ada pilihan lain kecuali mewujudkan buku itu sebaik mungkin, baik dari sisi tampilan maupun isi. Orang  pasti berpikir, buku ini berkaitan dengan pupuk dan kemajuan perusahaan besar, maka sebaiknya yang memberi pengantar adalah mereka yang menguasai bidang pertanian, kimia, botani, manajemen, atau pecinta lingkungan hidup.Â
Yaps,  pendapat ini tak ada salahnya. Menggambarkan pemikiran yang lurus-lurus saja. Tentu berbeda pemikiran itu dengan kami, dua orang berpikiran nyeleneh bin  aneh!Â
Kami justeru berpikir bagaimana kalau pengantarnya ditulis orang "biasa", Â jauh dari urusan pupuk dan pengetahuan soal perusahaan?
Orang yang akrab dengan imajinasi, selalu menghadirkan tokoh wong cilik dan alam pedesaan dalam karya-karyanya?Â
Alasannya, bukankah pupuk merupakan sahabat dekat wong cilik dan masyarakat pedesaan?
Maka kami pun sowan ke Pak Ahmad Tohari di Jatilawang, Banyumas, meminta beliau memberi pengantar.