Masyarakat adat dalam etnis mana pun kiranya dapat dipastikan memiliki kekhasan tersendiri dalam berkomunikasi. Wujud komunikasi prioritas yakni berbicara. Setiap individu dalam komunitas perlu berkomunikasi dengan mengungkapkan ide, saran, kritik hingga protes. Dapat pula menyatakan hal buruk: memaki, mengomel dan lain-lain sejenisnya. Ada pula yang bersifat memuji. Kiranya sedemikian itu pendekatan dalam rangka mengungkap sesuatu yang ada dalam benak dan emosi.
Hal yang sama ada dalam masyarakat adat Pah Meto' di Timor Barat dan sebahagian di Oe-Cusse (Oekusi) Timor Leste. Masyarakat adat Pah Meto' sebagaimana disebutkan ini menggunakan Bahasa Meto' sebagai induk bahasa dengan cabang-cabangnya seperti: Amanatun, Amanuban, Molo, Timaubas, Sonbais, Amfo'an, Baikeno', Amarasi-Kotos, Amarasi-Roi'is, Am'abi, Kopas/Pah Atnana' dan lain-lain.
Semua cabang-cabang bahasa itu bila ditelisik lagi masih ada yang dapat membedakan sekalipun mereka berada dalam satu kawasan yang sama. Kawasan Amanatun, Amanuban dan Molo masih terdapat perbedaan-perbedaan, begitu pula di Amfo'an. Satu yang kiranya membuat semua cabang bahasa Meto' itu terlihat sama yakni seni berbicara (art of speech).Â
Seni berbicara yang saya maksudkan di sini yakni apa yang disebut oleh masing-masing cabang bahasa itu yakni: natoni, a'asramat, basan dan takanab. Istilah sebagai nama pada seni berbicara itu terlihat saling  berbeda, namun pengungkapannya sama. Di sana ada sekelompok (tim) berdiri, lalu seseorang menjadi pemimpin (a'a'aat) dan yang lain menjadi pengikut (aseter). Contoh seperti terlihat pada video ini.
Pada video di atas, terlihat seorang pemuda memimpin doa dalam ibadah. Doa yang disampaikan secara bersahutan merupakan wujud seni berbicara dengan bahasa sastra lisan (yang kemudian ditulis dan dibaca). Sastra lisan yang demikian ini sangat sering tidak dapat diingat bahkan oleh penuturnya sendiri. Cabang Bahasa Meto' yang digunakan oleh pemuda ini yakni Bahasa Amarasi-Kotos. Masyarakat adat pah Amarasi menyebutnya a'asramat.
Contoh lain terlihat pada video berikut ini.
Dalam video ini satu tim kecil terdiri dari peserta didik sedang menyambut tamu. Mereka menggunakan pendekatan yang sama yakni seni berbicara yang khas kawasan Amfo'an (Amfoang). Masyarakat adat dalam kawasan itu menyebut namanya basan.
Dalam hal menulis ungkapan apa yang disebut seni berbicara (art of speech) bagai hendak membekukan air mendidih. Suatu kesulitan besar dialami oleh para penutur (a'a'aat) dan kelompok pengiring/pengikutnya (aseter). Maka diperlukan ketrampilan menelaah secara perlahan untuk dapat menuliskannya.Â
Dalam 25 tahun terakhir, saya belajar bersama ahli bahasa (Linguist) dari Australian National University (ANU) dalam Tim Timor. Satu tim besar yang di dalamnya terdapat sub-sub tim yang bekerja untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa-bahasa daerah di lingkungan pelayanan Gereja Masehi Injili di Timor. Rasanya ini peluang amat besar telah Tuhan sediakan untuk belajar bersama bahasa yang sifatnya oral/lisan menjadi urai/tulisan. Sub-sub tim itu menyebar di pulau Rote, Pualu Sabu, Kepulauan Alor, Pulau Semau dan Timor Barat.
Sudah banyak materi seni berbicara ditulis terutama dalam bentuk doa dan seremoni penyambutan. Materi-materi itu diprosesbelajarkan pada anak-anak sekolah baik di sekolah formal maupun di sekolah minggu. Belum ada materi yang sifatnya memuji, memuliakan, menempatkan sesuatu sebagai yang terpuji dan termulia.