Mohon tunggu...
Herman Susilo
Herman Susilo Mohon Tunggu... Human Resources - Pegiat sosial yang menyukai dunia sumber daya manusia

Love being husband & father of three. Enjoying social works, human relations & strategic management

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kata Pakar tentang PKH

8 November 2017   13:16 Diperbarui: 8 November 2017   15:00 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vivi Alatas | doc. The World Bank

Program Keluarga Harapan (PKH) yang digagas sejak tahun 2007 adalah program bantuan sosial bersyarat untuk keluarga miskin dan rentan. Syarat kepesertaannya adalah keluarga tersebut memiliki ibu hamil, balita, anak usia sekolah SD sampai SMA atau sederajat, penyandang disabilitas berat, dan lanjut usia 70 tahun ke atas. 

Ada lebih dari 20 program penanggulanan kemiskinan terpencar dan belum semua program menggunakan basis data yang sama dalam penetapan sasaran. Program-program tersebut melibatkan banyak pihak dimana setiap institusi pemerintah memiliki program masing-masing yang belum tentu bersinergi satu dengan lainnya.

Presiden Joko Widodo, Senin 3 November 2014 telah meluncurkan 3 Kartu Sakti yaitu Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dalam rangka membangun keluarga produktif. Keunggulan kartu tersebut adalah perluasan jangkauan dan cakupan pelayanan, serta menggunakan teknologi untuk menjangkau masyarakat kurang mampu. Peluncuran tiga kartu sakti tersebut adalah upaya melindungi dan memberdayakan masyarakat kurang mampu, melalui simpanan produktif, kesempatan berusaha dan bekerja, keberlanjutan pendidikan anak, dan jaminan kesehatan.

Eksistensi PKH

Pentingnya perubahan perilaku dalam pengentasan kemiskinan menjadi sorotan peneliti Bank Dunia Vivi Alatas. Dia mengatakan ada tiga syarat terjadinya perubahan perilaku (revolusi mental) pada orang miskin yaitu meningkatkan pengetahuan, memperbesar kemauan dan menguatkan kemampuan. "Dan PKH mampu memenuhi ketiga syarat tersebut," ungkap Vivi.

Senada dengan hal tersebut pakar jaminan sosial Hasbullah Thabrani mengingatkan infrastruktur peraturan perundangan. "PKH memiliki potensi besar menjadikan keluarga Indonesia memiliki kualitas hidup yang lebih baik," tutur Hasbullah.

Peneliti Bank Dunia sekaligus Pakar CCT Tarsicio Castaneda memandang PKH mampu mengintegrasikan program perlindungan sosial lainnya di Indonesia. "Ini terlihat pada peningkatan kemampuan penerima PKH menjadi lebih berdaya (empower the beneficiaries)," ujar Tarsicio.

Pakar kebijakan publik Riant Nugroho menyarankan kebijakan sosial dan sasaran program perlu diperluas. Peranan pendamping dalam updating data sasaran program dinilai strategis. "Pendamping bisa menjadi mata dan telinga kementerian sosial di masyarakat untuk menyerap masukan dan perbaikan program perlindungan sosial," kata Riant.

Narasumber dan peserta FGD memberikan rekomendasi agar pemerintah tetap melanjutkan PKH dengan melakukan penyempurnaan. Ada lima aspek yang dapat dilakukan untuk penyempurnaan PKH yaitu komplementaritas, perluasan sasaran, penguatan verifikasi, penguatan SDM dan teknologi, serta optimalisasi Family Development Session (FDS).

Pada aspek komplementaritas, PKH dapat ditopang oleh KKS, KIS, dan KIP. Pencipataan kegiatan produktif keluarga menjadi prioritas komplementaritas PKH. Sedangkan pada aspek perluasan sasaran, target sasaran PKH dapat diperluas menjangkau seluruh keluarga miskin, tidak hanya keluarga miskin yang memiliki syarat komponen (ibu hamil/nifas, balita, anak SD, anak SMP). Selain itu perluasan cakupan (lanjut usia) dan perluasan manfaat (disabilitas) juga dapat menyempurnakan PKH ke depan.

Aspek verifikasi juga perlu dikuatkan. Penguatan verifikasi bukan hanya pada aspek administratif namun juga verifikasi pada perubahan perilaku penerima PKH. Verifikasi harus dilakukan lebih efektif, agar memiliki dampak yang jauh lebih baik. Selain itu pelaksanaan Family Development Session (FDS) perlu diperluas tidak hanya pada peserta PKH transisi namun juga pada seluruh penerima manfaat PKH. FDS dapat menjadi sarana lifelong learningbagi ibu-ibu penerima manfaat PKH yang mampu mengubah perilaku mereka menjadi lebih baik (revolusi mental).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun