Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Revisi UU Mahkamah Konstitusi? Baca Ini Dulu!

30 November 2023   13:28 Diperbarui: 1 Desember 2023   20:21 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: .KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

Dalam rangka menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi konstitusi.  

Melihat substansi peran dan fungsi tersebut, secara esensi menjadi benteng harapan masyarakat untuk bisa menjaga kokohnya sebuah konstitusi sehingga tidak bertabrakan dengan Undang-Undang Dasar 1945, yang telah disepakati sebagai dasar hukum di negera ini. 

Dikatakan demikian, memberikan makna keterkaitan untuk menjaga marwah konstitusi yang ada, sehingga bisa memberikan rasa keadilan dalam berkehidupan berkebangsaan dan bernegara.

Fakta bahwa "kemarin" MK telah dianggap "menciderai" rasa keadilan dalam masyarakat, terkait dengan putusan fenomenal yang akhirnya "meloloskan" Gibran sebagai Cawapres, tentulah dipandang sebagai pembelokan atas pelaksanaan peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi.

Maka, terkait dengan rencana Revisi UU MK, sejatinya bila itu dipandang perlu, tidak hanya sekedar terkait dengan spesifik terkait masa jabatan dan batas usia pensiun hakim konstitusi. 

Namun lebih pada hal-hal yang menguatkan peran dan fungsi tersebut dilaksanakan dan mengeliminir atau membuka celah adanya masuknya kepentingan-kepentingan yang bersifat individu atau kelompok dalam pengambilan keputusan kolegial di Mahkamah Konstitusi, serta menutup potensi adanya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Menutup celah dan potensi tadi, akan memberikan jaminan bahwa siapapun baik dari internal maupun eksternal, tidak ada peluang mempunyai akses mempengaruhi keputusan Mahkamah yang sangat berpengaruh bagi kehidupan bangsa dan Negara ini.

Masalah masa jabatan dan batas usia pensiun, dikaitkan dengan apapun profesinya memuat pesan bahwa disitu jelas ada unsur atau upaya untuk "melanggengkan kekuasaan" atau " memperpanjang kursi empuk" yang menisbikan perlunya regenerasi dan berjalannya gerbong estafet profesionalisme. 

Apakah semakin tua dianggap semakin profesional dan mempunyai wisdom/ kebijaksanaan dalam bersikap sebagai sebuah variable utama dalam rencana revisi UU MK tadi?

Usia tidak menjamin seseorang menjadi lebih bijaksana. Bijaksana lebih bermuara dan mendasari pada sikap moral yang tinggi. 

Apakah ini tidak dimiliki oleh mereka yang muda-muda? Apakah untuk memiliki moral yang baik, dengan standar etika yang tinggi, nilai integritas yang di atas rata-rata harus menunggu usia di atas 60 tahun, misalnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun