"Disini senang, disana senang, dimana-mana hatiku senang", lagu yang sangat identik dengan Pramuka, dan memang itulah jiwa seorang Pramuka yaitu selalu riang gembira.
Sadar atau tidak sebenarnya melalui lirik lagu itu kita diberikan afirmasi positif dalam menjalani aktivitas kepramukaan, bahkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.Â
Bagi yang "tidak suka" dengan Pramuka mungkin hanya menganggap lagu itu tidak lebih dari lagu anak-anak disertai tepuk-tepuk biasa. Namun bagi seorang Pramuka sejati, lagu itu bukan hanya lagu biasa tetapi menjadi penyemangat dalam menjalani aktivitas kepramukaan bahkan aktivitas sehari-hari.
Apalagi jika memaknai lagu itu disertai flashback peristiwa bagaimana perjuangan menjadi seorang Pramuka. Aku jadi ingin bercerita tentang bagaimana perjuangan menjadi Penegak Bantara pada masa itu dan bagaimana Pramuka menjadi titik balik mengubah keadaanku hingga seperti sekarang ini.
Saat aku masih duduk di bangku SMK dulu, rasa-rasanya untuk mendapatkan balok bantara itu perjuangan yang luar biasa. Membutuhkan proses panjang dan banyak tempaan disetiap tahapannya.Â
Berawal dari Masa Penghayatan Penggalang, berkemah selama tiga hari dua malam. Dalam setiap kegiatan kemah, aktivitas yang paling ditunggu adalah saat mencari jejak atau petualangan.Â
Disinilah makna "disini senang disana senang" mulai terasa. Bagaimana tidak, saat petualangan itulah kakak angkatan bebas bergerak untuk "menempa" adik angkatan dengan cara yang lebih real.
Suara tegas selalu menghiasi setiap prosesnya. Merayap dan guling-guling di lumpur, makan brontowali, makan daun pepaya mentah, makan kunir, dan lain-lain, seperti sudah menjadi "teman setia" dalam tahapan mendapatkan balok bantara itu.Â
Meski bagaimanapun tempaan itu terjadi, kami tetep "ngeyel" padahal sudah disuruh balik kanan untuk pulang, tapi tetep tidak mau berhenti. Disaat itulah jiwa korsa mulai terbentuk, dan tidak tahu mengapa hati selalu senang, bahkan itu jadi momen lucu yang tak terlupakan.
Setelah tahap MPP ada tahap Pembayatan. Kalau saat MPP diikuti seluruh peserta didik baru, nah pembayatan ini hanya diikuti oleh anak-anak yang tertarik menjadi bantara. Pada tahap ini siswa yang ikut mendapat sebutan Caba (calon bantara).Â
Kegiatannya dilaksanakan dua hari satu malam. Namun siapa sangka petualangan kali ini lebih dari petualangan pada masa MPP, karena dilakukan pada malam sampai pagi hari, jadi bisa disebut semacam jurit malam. Tak perlu diceritakan detailnya karena itu sangat mengasyikkan.. haha
Tahap akhir menuju bantara adalah Pemantapan dan Pelantikan. Bisa dibilang ini yang paling mengesankan diantara tahap sebelumnya. Hanya diikuti oleh sedikit siswa yang "ngeyel-ngeyel" itu tadi, pelaksanaannya di kaki gunung Slamet di Baturraden.Â