Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspada Penyebaran Rasisme dan Intoleransi di Ruang Publik

6 Februari 2021   15:49 Diperbarui: 6 Februari 2021   15:57 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persaudaraan Dunia Maya - jalandamai.org

Sadar atau tidak, diantara kita seringkali mengatakan kalimat intoleran atau rasis di ruang publik, seperti media sosial, ataupun di warung kopi atau dalam kondisi yang lain. Hal ini terjadi karena makin maraknya ujaran kebencian yang terjadi di media sosial. Antar sesame teman bisa saling caci, antar sesama bisa saling hujat, saling menghina tanpa alasan yang jelas. Ada yang sebatas tidak suka, tapi ada juga yang mengucapkan dengan nuansa rasisme.

Belakangan ini publik ramai membicarakan tentang dugaan rasisme yang dikatakan oleh Abu Janda kepada Natalius Pigai, aktifitas HAM asal Papua. Kini, Abu Janda yang kerap melontarkan cuitan kontroversi itu harus menjalani pemeriksaan aparat kepolisian. Contoh ini merupakan bukti bahwa pada dasarnya negeri ini anti dengan yang intoleransi ataupun rasisme. Jika nantinya terbukti, tentu Abu Janda akan menghadapi konsekwensi hukum.

Meski ada contoh yang diperiksa secara hukum, nyatanya praktek provokasi dan penyebaran kebencian di dunia maya tidak serta merta mereda atau menghilang. Ketika pilkada DKI Jakarta beberapa lalu, begitu massif sekali praktek penyebaran kebencian di dunia maya. Satu persatu ditetapkan tersangka, namun praktek tersebut masih saja terjadi hingga saat ini.

Praktek semacam ini pada dasarnya merupakan hal yang sering dilakukan oleh jaringan kelompok radikal, untuk melakukan  propaganda radikalisme. Dulu mereka sering menjelekkan kelompok yang berbeda pandangan, namun berkembang menjadi menjelakkan pemerintah yang dianggap kafir, sampai akhirnya menjelekkan siapa saja, yang dianggap bertentangan dengan ajaran yang mereka yakini. Tanpa disadari, perilaku saling menjelekkan ini masuk ke bawah alam sadar masyarakat, karena begitu masifnya praktek kebencian di dunia maya.

Karena maraknya rasisme dan intoleransi yang menyusup dibalik ujaran kebencian, tidak sedikit dari masyarakat yang terpapar. Begitu mudahnya masyarakat kita mengatakan kafir, sesat, ahli neraka dan segala macamnya. Padahal yang berhak menilai seseorang itu kafir atau tidak, sesat atau tidak, ahli neraka atau surga adalah Tuhan YME. Sudah semestinya manusia tidak mengambil hal-hal yang memang sepenuhnya menjadi peran Sang Pencipta.

Sejauh ini, bibit intoleransi dan rasisme telah melahirkan berbagai macam ucapan dan perilaku intoleran. Namun tidak sedikit yang melahirkan tindakan terorisme, seperti pembunuhan, pengeboman, atau menebar rasa takut ke masyarakat. Dan ketika kekacauan tercipta di tengah masyarakat, kelompok ini umumnya langsung menawarkan solusi untuk membenahi hal tersebutm yaitu khilafah. Pola yang selalu berulang, berulang dan terus berulang. Karena itulah, mari kita senantiasa meningkatkan kewaspadaan.

Mari bekali diri dengan literasi yang cukup, agar kita punya filter dan tidak mudah dengan setiap informasi yang berkembang. Mari bekali juga dengan pemahaman agama yang benar, agar kita tidak mudah terprovokasi dan mudah marah, ketika perihal keyakinan disinggung. Dan mari bekali diri dengan pemahaman kebangsaan yang cukup, agar kita tidak mudah terpancing ketika berkaitan dengan SARA. Ingat, kita adalah Indonesia dan Indonesia adalah kita. Keberagaman adalah bagian dari kita. Perbedaan adalah bagian dari kita. Karena itu, jangan persoalkan keberagaman dan perbedaan. Mari kita saling memahami agar keberagaman dan perbedaan itu bisa saling berdampingan dalam harmoni. Salam toleransi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun