Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjaga Semangat Keberagaman di Era Digital

21 Desember 2019   16:01 Diperbarui: 21 Desember 2019   16:04 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi Milenial - www.brilio.net

Mungkin ada yang bertanya, apa enaknya berbeda? Kenapa harus berbeda? Bukankah lebih bagus tanpa harus berbeda? Pertanyaan semacam ini mungkin mengganggu bagi sebagian orang. Sebenarnya, pertanyaan kenapa kita harus berbeda tak perlu dipersoalkan. Karena Tuhan sendiri pada dasarnya menciptakan manusia saling berbeda satu dengan yang lain. Tuhan juga menciptakan bumi beserta isinya dengan penuh keanekaragaman. Tidak hanya manusianya, tapi juga keanekaragaman hewan, tanaman, budaya dan lain sebagainya.

Mari kita memahami Indonesia. Mari kita pahami segala adat istiadat dari Aceh hingga Papua. Mari kita saling berinteraksi dengan siapa saja, agar kita bisa mengerti dan memahami, bagaimana keragaman budaya di Indonesia. Indonesia sangatlah kaya. Akan sangat disayangkan jika masyarakatnya saling bertikai, hanya karena terprovokasi oleh informasi yang menyesatkan. Sejatinya, dalam perbedaan kita masih tetap bisa hidup berdampingan. Bahkan bisa tetap saling berinteraksi, saling tolong menolong antar sesama. Bukti interaksi dalam perbedaan itu bisa kita lihat dalam peninggalan bangunan tempo dulu. Dalam berbagai tradisi di berbagai daerah, juga bisa kita temukan adanya akulturasi tersebut.

Menjadi tugas generasi selanjutnya, untuk tetap mempertahankan keberagaman tersebut. Generasi milenial harus terus bisa menjaga keberagaman dibalik kemajuan zaman. Era milenial ditandai dengan banyaknya kecanggihan teknologi dan informasi. Semestinya, kecanggihan teknologi ini bisa dipadukan dengan keberagaman budaya yang ada. Keberagaman nilai-nilai kearifan lokal, semestinya bisa disebarluaskan melalui sosial media. Namun yang terjadi adalah, justru sebaliknya. Banyak pesan kebencian yang merebak di media sosial saat ini.

Kebencian atas nama apapun, semestinya tidak terjadi saat ini. Kebencian di era digital, harus disudahi karena bisa memicu terjadinya konflik di tengah masyarakat. Mari kita ingat kasus kerusuhan di Papua beberapa waktu lalu, yang terjadi karena provokasi di media sosial. Mari kita belajar dari pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai beberapa tahun lalu, yang juga dipicu oleh provokasi di media sosial. Media sosial harus bisa menjadi alat untuk menyatukan. Bukan alat untuk memecah belah kerukunan yang telah ada sejak dulu. Mari bijak bermedia sosial, agar bisa berucap dan bertutur secara bijak.

Sejak dari awal, Indonesia telah menjadi negara yang majemuk. Karena itulah, di era yang sudah maju ini, Indonesia tetap harus menjadi negara yang heterogen. Biarlah kemajemukan itu menjadi ciri khas Indonesia sampai kapanpun. Jika ada pihak yang menyatakan hal tersebut tidak sesuai dengan mayoritas masyarakat yang menjadi muslim, jelas tidak mendasar. Betul mayoritas masyarakat Indonesia memilih menjadi muslim. Betul negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia ada di Indonesia. Namun, Indonesia bukanlah negara Islam. Indonesia adalah negara beragama, yang mengakui banyak agama. Selain Islam, juga terdapat Katolik, Protestan, Budha, Hindu, dan Konghucu.

Selain keragaman agama, di Indonesia juga terdapat ribuan suku, bahasa dan adat istiadat yang berbeda. Semuanya itu bisa disatukan melalui Pancasila, sebuah nilai yang lahir dari budaya masyarakat Indonesia sendiri. Dan sebagai generasi milenial, harus tetap terus menjunjung semangat nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan sosial. Diharapkan, bibit kebencian, intoleransi dan radikalisme yang sengaja disebar melalui media sosial, tidak akan mudah mempengaruhi perilaku masyarakat, karena sudah ada Pancasila yang melindungi negeri ini. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun