Beberapa hari yang lalu tepatnya di pekan terakhir bulan Agustus, unjuk rasa dengan narasi bubarkan DPR mencerminkan kekecewaan rakyat terhadap anggota DPR yang katanya merupakan wakil rakyat yang berkantor di Senayan tersebut.Â
Para anggota DPR terlihat tidak memiliki empati kepada rakyat sehingga menjadi sangat ironis karena mereka mengaku sebagai wakil rakyat.Â
Fasilitas wah yang mereka dapatkan bertolak belakang dengan kesengsaraan rakyat saat ini yang untuk membeli beras saja harus bekerja setengah mati.Â
Belum lagi rakyat harus membayar pajak bumi dan bangunan yang naik hingga seribu persen sementara pajak para anggota DPR dibayar oleh Pemerintah.Â
Kondisi yang ironis seperti ini sangat jelas membuat rakyat marah. Momen pada saat itu diperparah dengan adanya penyusp para perusuh tak dikenal yang memanfaatkan situasi.Â
Unjuk rasa yang terjadi sejak 25 Agustus itu terus berekskalasi semakin ricuh dan puncaknya berujung dengan kerusuhan di berbagai sudut Kota Jakarta. Apalagi dipicu dengan insiden sosok pengemudi Ojol, Affan Kurniawan yang tewas ditabrak Kendaraan Taktis Brimob.Â
Peristiwa sangat memprihatinkan karena terjadinya pembakaran fasilitas umum dan penjarahan rumah-rumah pejabat negara mewarnai akhir pekan di ujung bulan Agustus tersebut. Semoga peristiwa tersebut tidak terjadi lagi dikemudian hari.Â
Syukurlah saat ini situasi sudah semakin kondusif. Penegak hukum sudah bergerak memburu oknum-oknum perusuh yang merusak fasiltas umum dan membakar gedung-gedung milik institusi negara.Â
Selain itu adanya keterbukaan Pemerintah dan Lembaga DPR yang mau menerima para pengunjuk rasa untuk berdialog, semakin membuat situasi dan kondisi membaik. Begitu juga Pemerintah membuka lebar pintu dialog untuk membicarakan masalah-masalah bangsa ini.Â
Keterbukaan ini dibuktikan dengan fakta bahwa Pemerintah dan DPR) mengakomodir 17+8 Tuntutan Rakyat yaitu Transparansi, Reformasi, Empati yang harus dijalankan.Â